Langsung ke konten utama

Makalah Asfiksia Neonatorum

MAKALAH
  ASFIKSIA NEONATORUM
Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Asuhan kebidanan Neonatus

                                                             
Disusun oleh :
Sarah
Silvi Febriani
Sintya Tri Handayani
Sita Rahmah F
Siti Mutia
Siti Nurhanifah

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2016 
  KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan Neonatus yang berjudul “ASFIKSIA NEONATORUM.”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Asuhan Kebidanan Neonatus sebagai pembelajaran mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus. Dalam menyusun ini penulis banyak dibantu oleh dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan demi kelancaran penulis tulis ini  dan teman-teman yang telah memberikan semangat dan dorongan. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini.
Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi dalam pembelajaran Asuhan Kebidanan Neonatus. Akhirnya, sebagai manusia biasa yang tidak terhindar dari kekeliruan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Dan karenanya, segala saran dan kritikan yang membangun yang datang dari pembaca sangat penulis butuhkan sebagai bahan masukan untuk perbaikan di masa-masa mendatang.





Sukabumi , 31 oktober 2016





            Penyususn
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………..……………………………………………….………I
KATA PENGANTAR……………………………………..………..………………..…..II
DAFTAR ISI...............…………………………………………………………………..III
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2    Rumusan Masalah…………………………………....…............................................2
1.3    Tujuan………………………………………………..............…………....................2
BAB II PEMBAHASAN ASFIKSIA NEONATORUM
2.1     Definisi....…………………………………….................………...….........................3
2.2     Etiologi…………………………..................……………………..………..................3
2.3     Patofisiologi........………………........………………….......................……..…….....4
2.4     Tanda dan Gejala... …………………………………………...…...............................5
2.5    Diagnosis...............…………....................................................................................5
2.6     Penilaian asfiksia……...............…………………………..…………….....................6
2.7     Penanganan dan Penatalaksanaan...............……….....…….....……............................7

BAB III PEMBAHASAN KASUS
                3.1 Tinjauan Kasus  ……………………………………………..…………...….........11
       BAB IIV PENUTUP
       3.1 Kesimpulan…………………………………………..............…………......................20
        DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan neonatal. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi (Saifudin, 2002).
Menurut Wibawa (2008), faktor yang berhubungan terjadinya asfiksia adalah faktor ibu dan faktor janin. Dimana faktor ibu meliputi usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pre-eklamsi, ketuban pecah dini, dan partus lama. Faktor janin meliputi lilitan tali pusat, letak sungsang, dan BBLR. Sedangkan menurut Manuaba(2010), ada 8 faktor yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia neonatorum, yaitu berat lahir rendah, ketuban pecah dini, persalinan lama, tindakan persalinan seksio Cesaria, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, riwayat obstetri jelek, kelainan letak janin dan status ANC buruk.
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kealainan congenital. Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan. Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam penanganan bayi baru lahir.


1.2 Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang diatas, adapun masalah yang muncul adalah sebagai berikut:
1.      Apa definisi dari Asfiksia Neonatorum?
2.      Bagaimana Etiologi dari Asfiksia Neonatorum?
3.      Bagaimana patofisiologi dari Asfiksia Neonatorum?
4.      Bagaimana tanda dan gejala Asfiksia Neonatorum pada neonatus?
5.      Bagaimana diagnosis pada Asfiksia Neonatorum?
6.      Bagaimana cara penilaian terhadap asfiksia neonatorum?
7.      Bagaimana penanganandan penatalaksanaan terhadap kasus Asfiksia Neonatorum?


1.3  Tujuan
1.        Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari Asfiksia Neonatorum.
2.        Mahasiswa mampu mengetahui tentang etiologi Asfiksia Neonatorum
3.        Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi pada Asfiksia Neonatorum.
4.        Mahasiswa mampu memahami tentang tanda dan gejala pada Asfiksia Neonatorum.
5.        Mahasiswa mampu memahami tentang diagnosis pada Asfiksia Neonatorum
6.        Mahasiswa mampu mengetahui cara penilaian terhadap asfiksia neonatorum
7.        Mahasiswa mampu mengetahui penanganan dan penataksanaan yang dilakukan pada kasus Asfiksia Neonatorum.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Wiknjosastro,2002).
2.2 Etiologi / Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini (Manuaba, 2010) :
A.       Faktor ibu
·      Preeklampsia dan eklampsia
·      Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
·      Partus lama atau partus macet
·      Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
·      Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
B.       Faktor Tali Pusat
·      Lilitan tali pusat
·      Tali pusat pendek
·      Simpul tali pusat
·      Prolapsus tali pusat
C.       Faktor Bayi
·      Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
·      Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
·      Kelainan bawaan (kongenital)
·      Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam tiga klasifiasi:
1)   Asfiksia neonatorum ringan : Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa
2)   Asfiksia neonatorum sedang : Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3)   Asfiksia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat
2.3  Patofiologis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
a.    Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
b.    Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung
c.    Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan (Buku Ajar IKA ,2005).
2.4  Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia (Sarwono, 2002) :
a.       Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
b.      Warna kulit kebiruan
c.       Kejang
d.      Penurunan kesadaran
e.       DJJ lebih dari 16Ox/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
f.       Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
2.5  Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu (Wiknjosastro, 2008) :
A.      Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya 
B.       Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah
C.       Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.

2.6  Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu (Winkjosastro,G. 2008) :
a.    Penafasan
b.    Denyut jantung
c.    Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
Skor
0
1
2
A : Apperance (Warna Kulit)
Biru Seluruh
Ekstremitas Kebiruan
Merah Seluruh
P    : Pulse (Denyut Nadi)
Tidak ada
< 100
>100
G    :   Grimace  (Reflek)
Tidak Ada Respon
Reflek
Menangis
A     : Activity (Tonus Otot)
Lemah
Sedikit Reflek
Gerak Aktif
R     : Respiration (pernafasan)
Tidak ada
Megap-Megap,Merintih
Menangis Kuat

Klasifikasi  Asfiksia menurut Winjaksastro terbagi tiga :
a.    Bayi Normal atau tidak asfiksia : Skor APGAR 8-10. Bayi normal tidak memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara terkendali.
b.    Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa tidak memerlukan pemberian oksigen dan tindakan resusitasi
c.    Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi serta pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal 
d.   Asfisia Berat : Skor APGAR 0-3. Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan , dan cairan glukosa 40% 1-2ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilika . Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
2.7 Penanganan dan Penatalkasanaan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
1. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
a.    helai kain / handuk.
b.    Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
c.    Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
d.   Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
e.    Kotak alat resusitasi.
f.     Jam atau pencatat waktu.
2. Cara Penanganan
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
a.    Memastikan saluran terbuka
·      Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
·      Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
·      Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
b.    Memulai pernafasan
·      Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
·      Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
c.    Mempertahankan sirkulasi
·      Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
·      Kompresi dada.
·      Pengobatan
3.  Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
a.    Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum
b.    Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain :
·      Alat pemanas siap pakai 
·      Oksigen
·       Alat pengisap
·      Alat sungkup dan balon resusitasi
·      Alat intubasi
·      Obat-obatan

4.  Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
a.    Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
b.    Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
c.    Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
d.   Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien
e.    Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
5. Langkah-Langkah Resusitasi
Menurut Sarwono (2002), Resusitasi neonatus merupakan suatu prosedur yang diaplikasikan untuk neonatus yang gagal bernafas secara spontan.
a.    Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
b.    Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.\
c.    Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
d.   Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
e.    Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
f.     Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif. 
·      Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
·       Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
·      Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil  kalikan 10. 
g.    Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada
h.    Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan
i.      Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV
j.      Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat
k.    Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR 
PADA BAYI NY. K UMUR 0 MENIT DENGAN ASFIKSIA SEDANG
DI RSUD 
Tanggal Masuk / Jam              : 16 Juli 2011/ 14.45 WIB
Tanggal Pengkajian / Jam        : 16 Juli 2014/14.45 WIB
I.           PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB
A.  Data Subyektif
1.    Biodata
·         Biodata Bayi
Nama bayi                      : By Ny.K  
Umur bayi                      : 0 menit
Tanggal/jam lahir           : 16 Juli 2011 / 14.45 WIB
Jenis kelamin                  : Laki-laki
No Status Register         : 007296
·         Biodata Orangtua
Nama ibu         : Ny.K                           Nama bapak    : Tn.T
Umur               : 35 tahun                       Umur               : 34 tahun
Suku/bangsa    : Jawa / Indonesia          Suku/bangsa    : Jawa / Indonesia
Agama             : Islam                            Agama             : Islam
Pekerjaan         : IRT                              Pekerjaan         : Swasta
Pendidikan       : SMP                            Pendidikan       : SMA
Alamat             : Pucang Sawit, RT 4 / RW 8,Surakarta



2.    Riwayat penyakit kehamilan
Perdarahan              : Tidak ada
Pre-eklampsia        : Tidak ada
Eklampsia              : Tidak ada
Penyakit kelamin   : Tidak ada
3.    Riwayat kehamilan
G4P3A0, umur kehamilan 40 minggu
ANC                       : 9 x, di Puskesmas
TT                           : 2 x
Kenaikan BB          : 10 7
·         Kala I        : 9 jam
·         Kala II       : 10 menit, mulai jam 14.35 WIB
DJJ                                             : (+) 144 kali / menit
Warna air ketuban                      : Jernih
Caput                                         : Tidak ada
Cephal hematoma                      : Tidak ada
Anak lahir seluruhnya jam         : 14.45 WIB
Jenis persalinan                          : Spontan
4. Nutrisi
Bayi belum mendapat nutrisi
5. Eliminasi
BAK           : Bayi belum BAK
BAB           : Bayi belum BAB
6.  Istirahat/tidur
Bayi belum istirahat/tidur

B.  Data Obyektif
1.    Pemeriksaan Awal
Tangisan                 : Bayi tidak menangis
Warna Kulit            : Biru pada ekstermitas
Gerakan                  : Sedikit
Kesimpulan             : Bayi lemah
2.    Pemeriksaan Umum
KU              : Lemah
Kesadaran   : Composmentis

II.              INTERPRETASI  DATA
Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB
A.  Diagnosa Kebidanan
Bayi Ny.K umur 0 menit dengan asfiksia sedang
DS           : Bayi lahir spontan, tidak menangis, jenis kelamin laki-laki
 DO          : Keadaan umum lemah, biru pada ekstermitas, bayi tidak bernafas  
                   spontan/menangis
B.  Masalah
Bayi mengalami kesulitan bernafas
C.  Kebutuhan
Pembebasan jalan nafas
III.            DIAGNOSA POTENSIAL
      Potensial terjadi asfiksia berat
IV.              ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA
     Resusitasi pada bayi baru lahir
V.              PERENCANAAN TINDAKAN
    Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB
    1.    Bersihkan muka dan hidung bayi serta mulut dari lendir atau air ketuban
    2.    Lakukan resusitasi pada bayi baru lahir
    3.    Lakukan pemotongan tali pusat
    4.    Jaga kehangatan bayi
    5.    Informasikan keadaan bayi pada ibu

VI.              PELAKSANAAN
     Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB
1.      Membersihkan muka, hidung dan mulut bayi dari lendir dan air ketuban
2.      Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir
Langkah-langkah resusitasi :
a.    Gosok punggung bayi, hal ini akan merangsang bayi untuk menangis. Melihat respon bayi (bayi belum menangis).
b.    Lakukan rangsangan taktil dengan menyentil telapak kaki bayi. Melihat respon bayi (bayi menangis lambat, tidak teratur)
c.    Lakukan kompresi dada untuk membantu denyut jantung dan nafas bayi, dilakukan dengan cara : kedua ibu jari digunakan untuk menekan sternum, sementara jari-jari lain mengelilingi dada; atau jari tengah dan telunjuk dari satu tangan dapat digunakan untuk kompresi, sementara tangan lain menahan punggung bayi. Sternum di kompresi sedalam ⅓ tebal antero posterior dada. Melihat respon bayi (bayi menangis keras).
d.   Melakukan pemotongan tali pusat. Tali pusat di klem menggunakan umbilical klem, dorong isi tali pusat ke arah plasenta ± 3 cm, klem menggunakan klem tali pusat, potong tali pusat menggunakan gunting tali pusat. Tutup tali pusat menggunakan kassa steril.
e.    Menjaga kehangatan bayi dengan membungkus bayi menggunakan kain yang kering
f.     Menginformasikan keadaan bayi kepada ibu bahwa bayi mengalami kesulitan bernafas atau asfiksia sedang dan setelah di tolong, bayi dapat menangis spontan.
VII.              EVALUASI
Tanggal Pengkajian / Jam : 16 Juli 2014/14.45 WIB
1.    Muka, hidung dan mulut bayi sudah dibersihkan
2.    Resusitasi pada bayi baru lahir sudah dilakukan dengan hasil, bayi baru dapat menangis keras setelah dilakukan resusitasi.
3.    Tali pusat sudah dipotong
4.     Kehangatan bayi terjagadengan menyelimuti bayi menggunakan kain kering
5.     Ibu sudah mengetahui keadaan setelah mengalami asfiksia, kini keadaan bayi baik-baik saja.

DATA PERKEMBANGAN I 
Tanggal / Jam  : 16 Juli 2011/15.00 WIB
S                      : Tidak ada
O                     : Pemeriksaan umum   : Keadaan Umum        : Baik
                                                              Kesadaran                 : Composmentis
  Nadi                          : 136 kali / menit
  Respirasi                    : 52 kali / menit
  Suhu                          : 36,8°C
Pemeriksaan Fisik     : APGAR Score
APGAR SCORE
0
1
2
1’
5’
10’
A : Apperance
Warna kulit
Biru/pucat
Tubuh merah, ekstermitas biru
Kemerahan
1
2
2
P : Pulse
Denyut jantung
Tidak ada
< 100
>100
1
2
2
G : Grimace
Peka rangsang
Tidak ada
Meringis
Menangis
1
1
1
A : Activty
Tonus otot
Lemah
Sedang
Gerak aktif
1
1
2
R : Respiration
Usaha nafas
Tidak ada
Tidak teratur
baik
1
2
2
TOTAL
5
8
9

A                     : Bayi Ny.K umur 15 menit normal
P                      : 
1.    Jaga Kehangatan bayi, menjaga kehangatan bayi, bayi telah mendapat kehangatan yang cukup dengan indicator suhu bayi : 36,8°C
2.    Lakukan pemeriksaan fisik pada bayi, melakukan pemeriksaan fisik pada bayi 
a.         Kepala
Bentuk kepala  : Mesocephal, UUB lunak,datar, berdenyut
Muka               : Tidak pucat, tidak odem, simetris
Mata                : Simetris, conjungtiva : merah, sclera : putih
Hidung             : Bersih, tidak ada secret
Telinga             : Simetris, bersih, tidak ada serumen
Mulut               : Simetris, tidak ada kelainan
Leher               : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
b.    Dada
Bentuk             : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Putting             : Ada, simetris, masih tenggelam
Bunyi nafas     : Tidak ada wheezing, ronchi sedikit terdengar
Jantung                        : Bunyi normal, denyut teratur
c.    Abdomen   
Tidak ada pembesaran lien dan hati
d.   Genetalia
Testis sudah masuk scrotum, penis berlubang, ujung muara uretra berada di ujung penis, tidak ada kelainan.
e.    Anus                : Berlubang
f.     Ekstermitas 
·      Tangan, lengan dan bahu
Gerakan      : Aktif
Kelainan      : Tidak ada
Jumlah jari   : Lengkap (kanan 5, kiri 5)
·      Tungkai dan kaki
Gerakan      : Aktif
Kelainan      : Tidak ada
g.      Pemeriksaan fisik sudah dilakukan
3.      Lakukan pemeriksaan antropometri pada bayi, melakukan antropometri pada bayi :
a.    BB            : 2700 gr
b.    PB            : 46 cm
c.      LK          : 34 cm
d.      LD          : 33 cm

4.    Amati reflek pada bayi, mengamati reflek pada bayi
a.    Reflek Blinking           : (+) menutup kedua matanya begitu terkena kilatan cahaya/bila   terkena hembusan udara
b.    Reflek Moro                : (+)
c.    Reflek Rooting          : (+)
d.   Reflek Grasping          : (+)
5.    Berikan obat tetes mata pada bayi, memberikan obat tetes mata berupa cloramfenicol masing-masing 1 tetes, obat tetes mata sudah diberikan.
6.    Berikan injeksi vit K pada bayi, memberikan injeksi vit K dengan dosis 1 mg secara IM pada ⅓ paha atas bagian luar, injeksi vit K sudah diberikan.
7.    Observasi KU, TTV, BAB, dan BAK bayi setiap 8 jam, mengobservasi KU, TTV, BAB, BAK bayi setiap 8 jam.
Tanggal/jam
KU
TTV
BAB
BAK
16 Juli 2011
18.00 WIB

Baik
N   :136 x/m
R   : 50 x/m
S    : 37°C

(+) meconium

(+)
8.    Mandikan bayi setelah 6 jam, memandikan bayi stelah 6 jam. Bayi belum dimandikan.

DATA PERKEMBANGAN II 
Tanggal / Jam  : 17 Juli 2011 / 06.00 WIB
S                      : 1. Ibu mengatakan bayi sudah menyusu kuat
  2.  Ibu mengatakan bayi sudah BAB dan BAK
O                     : Keadaan Umum        : Baik
                        Kesadaran                 : Composmentis
                         Nadi                          : 136 kali / menit
                        Respirasi                    : 4o kali / menit
                        Suhu                          : 36,7°C
A                     : Bayi Ny.K umur 1 hari normal
P                      :
1.    Jaga kebersihan bayi, menjaga kebersihan bayi dengan memandikan bayi 2x/hari, bayi sudah dimandikan pukul 06.00 wib.
2.    Lakukan perawatan tali pusat, melakukan perawatan tali pusat yaitu dengan mengganti pembungkus tali pusat menggunakan kassa steril minimal 2x/hari tanpa memberikan obat apapun ( misalnya betadine atau alcohol) dan menjaga tali pusat agar tetap kering. Perawatan tali pusat sudah dilakukan.
3.    Beritahu ibu tanda bahaya pada bayi baru lahir, memberitahu ibu tanda bahaya pada bayi baru lahir yaitu keluar darah dari tali pusat, tali pusat mengeluarkan nanah dan berbau busuk, bayi demam tinggi, kulit tubuh bayi kuning, bayi tidak mau menyusu dan rewel. Ibu sudah mengerti tanda bahaya bayi baru lahir.
4.    Jaga kehangatan bayi, menjaga kehangatan bayi dengan cara memakaikan pakaian kering dan bersih pada bayi serta menggedong bayi. Kehangatan bayi sudah terjaga, bayi sudah digedong.
5.    Beritahu ibu untuk mengimunisasikan bayinya (HBo), memberitahu ibu untuk mengimunisasikan bayinya (HBo). Ibu bersedia mengimunisasikan bayinya, bayi sudah di imunisasi HBo pukul 08.30 WIB
6.    Anjurkan ibu menyusui secara tidak terjadwal sesering mungkin (on demand) untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya, menganjurkan ibu menyusui bayinya secara tidak terjadwal sesering mungkin (on demand) untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya. Ibu bersedia menyusui bayinya secara tidak terjadwal sesering mungkin untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya. Bayi sudah disusui, kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi.
7.    Observasi KU, TTV, BAB, BAK bayi setiap 8 jam, mengobservasi KU, TTV, BAB, BAK bayi setiap 8 jam.
Tanggal / Jam
KU
TTV
BAB
BAK
17 Juli 2011
06.00 WIB
Baik
N : 136x/m
R : 40x/m
S : 36,7°C
(+)meco
(+)
12.00 WIB
Baik
N : 140x/m
R : 48x/m
S : 36,8°C
(+)meco
(+)
18.00 WIB
Baik
N : 140x/m
R : 40x/m
S : 36,7°C
(+)meco
(+)

DATA PERKEMBANGAN III 
Tanggal / Jam  : 18 Juli 2011 / 06.00 WIB
S                      : 1.    Ibu mengatakan bayi mau menyusu
  2.    Ibu mengatakan bayi sudah BAB dan BAK
O                     : Keadaan Umum        : Baik
                          Kesadaraan               : Composmentis
                          Nadi                          : 140 kali / menit
                          Pernapasan                : 40 kali / menit
                        Suhu                          : 36,6°C
A                     : Bayi Ny.K umur 2 hari normal
P                      :
1.    Mandikan bayi, memandikan bayi, bayi sudah dimandikan.
2.    Ajari ibu cara merawat tali pusat bayi, mengajari ibu cara merawat tali pusat bayi yaitu, dengan memngganti pembungkus tali pusat menggunakan kassa steril minimal 2x/hari tanpa membubuhi obat misalnya betadine atau alcohol. Ibu sudah mengerti cara merawat tali pusat.
3.    Anjurkan ibu untuk selalu menjaga kehangatan bayi, menganjurkan ibu untuk selalu menjaga kehangatan bayi. Ibu bersedia untuk selalu menjaga kehangatan bayi.
4.    Anjurkan ibu menyusui dengan ASI Eksklusif, menganjurkan ibu menyusui dengan ASI Eksklusif yaitu, memberikan makanan berupa ASI saja pada bayi tanpa makanan pendamping apapun selama 6 bulan dan pemberian ASI diteruskan sampai usia bayi 2 tahun. Ibu bersedia menyusui dengan ASI Eksklusif.
5.    Anjurkan ibu untuk meneruskan jadwal imunisasi bayi selanjutnya di tempat pelayanan kesehatan terdekat dan mengimunisasikan bayinya dengan lengkap. Menganjurkan ibu untuk meneruskan jadwal imunisasi bayi selanjutnya di tempat pelayanan kesehatan terdekat dan mengimunisasikan bayinya dengan lengkap. Ibu bersedia meneruskan jadwal imunisasi dan mengimunisasikan bayinya secara lengkap.
6.    Anjurkan ibu kunjungan ulang untuk control bayi 1 minggu lagi setelah pulang. Menganjurkan ibu kunjungan ulang untuk control bayi 1 minggu lagi setelah pulang. Ibu bersedia melakukan kunjungan ulang untuk control bayi 1 minggu lagi setelah pulang.
7.    Setelah menyelesaikan administrasi, ibu dan bayi pulang pada tanggal 18 juli 2011 jam 14.30 WIB. 
BAB IV
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Asfiksia Pada Bayi. Diakses 05 Juli 2014 http://www.Google.com
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana  Untuk Pendidikan Bidan Kedokteran. EGC:Jakarta
Purwadianto. A. 2000. Kedaruratan Medik. Bina Rupa Aksara:Jakarta
Saifudin,A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo:Jakarta
Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta
Winkjosastro,G. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Bakti Husada:Jakarta
Wong. L Donna. 2004. Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Kedokteran. Jakarta:EGC.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Omfalokel beserta kasus (ASKEB)

BAB I PENDAHULUAN 1.1    Latar Belakang Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis. Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan adekuat. Keberhasilan penatalaksanaan kasus kelainan bayi dan anak tergantung dari pengetahuan dasar dan penentuan diagnosis dini, persiapan praoperasi, tindakan anestesi dan pembedahan serta perawatan pasca operasi. Penatalaksanaan perioperatif yang baik. Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit. Omfalokel terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran. Usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneu

Makalah Retensio Plasenta

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang            P ada   sebagian   besar   kasus,   plasenta   akan   terlepas   spontan   dari   tempat implantasinya   dalam   waktu   beberapa   menit   pertama   setelah   bayi   dilahirkan. Penyebab keterlambatan pelepasan ini tidak selalu jelas, namun cukup sering terjadi akibat kontraksi dan relaksasi yang tidak memadai.Normalnya plasenta akan lahir dalam waktu 5-30 menit setelah janin lahir.  Apabila plasenta belum lahir melebihi waktu tersebut dinamakan retensio plasenta. Retensi   bagian-bagian     plasenta   merupakan   penyebab   umum   terjadinya perdarahan lanjut dalam masa nifas. Jika plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, akan tetapi jika sebagian plasenta telah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Retensio   plasenta   merupakan   salah   satu   masalah   yang   masih   menjadi penyebab  terbesar terjadinya  perdarahan post  partum  dan  kematian  maternal.

Makalah distosia bahu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1  Latar Belakang Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000 kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu  keadaan diperlukannya manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi tidak ber