BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Angka
kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat digunakan
sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di suatu negara
mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Berdasarkan Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia mencapai
228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000
kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun
hasil SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun
perlahan bahwa tercatat sebesar 102 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka
kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup
Salah
satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat proses
persalinan. Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya manuver
obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi tidak
berhasil untuk melahirkan kepala bayi. Pada persalinan dengan presentasi
kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara
pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut.
Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan vaginal
presentasi kepala (Prawirohardjo, 2009).
Angka
kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang
digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam
persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus
seperti traksi curam bawah dan episiotomi.
Gross
dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9%
kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi
kriteria diagnosa diatas.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari distosia
bahu ?
2.
Apa Etiologi distosia bahu ?
3.
Apa saja patofisiologis dari distosia
bahu?
4.
Apa penyebab komplikasi dari distosia
bahu ?
5.
Apa faktor Resiko yang berhubungan
dengan distosia bahu?
6.
Bagaimana tatalaksana dari distosia bahu
?
7.
Bagaimana Pencegahan untuk distosia bahu
?
8.
Bagaimana penatalaksanaan serta asuhan
kebidanan pada kasus Distosia Bahu ?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dari distosia
bahu.
2.
Mengetahui Etiologi dari distosia bahu.
3.
Mengetahui patofisiologis dari distosia
bahu.
4.
Mengetahui penyebab komplikasi dari
distosia bahu.
5.
Mengetahui faktor Resiko yang
berhubungan dengan distosia bahu.
6.
Mengetahui penatalaksanaan dari distosia
bahu.
7.
Mengetahui Pencegahan untuk distosia
bahu,
8.
Mengetahui penatalaksanaan serta asuhan kebidanan pada
kasus Distosia Bahu
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Distosia Bahu
Distosia
adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan
tenaga(his), kelainan letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.(Arif Mansjoer.2001:302) Sedangkan,
Distosia
bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral
promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu
tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum
(tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu adalah peristiwa dimana
tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin
dilahirkan.
Distosia
bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala
janin di lahirkan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam
persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus
seperti traksi curam bawah dan episiotomi. (Taufan Nugroho.2012:132)
2.2
Etiologi Distosia Bahu
Sebab-sebab dystocia
bahu dapat dibagi menjadi tiga golongan besar :
1. Distosia
karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak keluar karena kuat.
a. Karena
kelainan his :
Inersia
Uteri Hipotonik, adalah kelainan his
dengan kekuatan yang lemah / tidak
adekuat untuk melakukan pembukaan
serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai
pada penderita dengan
keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya
akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau
primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi
pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala
pengeluaran. Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
· Inersia
uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak
awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak
dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah
penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
· Inersia
uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II.
Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan /
kelainan.
b.
Karena kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya karena
cicatrix baru pada dinding perut, hernia, diastase musculus rectus
abdominis atau karena sesak nafas.
2. Distosia
karena kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang, letak dahi,
hydrochepalus atau monstrum.
3. Distosia
karena kelainan jalan lahir : panggul sempit, tumor-tumor yang mempersempit
jalan lahir.
Penyebab lain dari
distosia bahu adalah fase aktif memanjang, yaitu :
a.
Malposisi (presentasi selain belakang
kepala).
b.
Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi
kepala-panggul (CPD).
c.
Intensitas kontraksi yang tidak adekuat.
d.
Serviks yang menetap.
e.
Kelainan fisik ibu, missal nya pinggang
pendek.
f.
Kombinasi penyebab atau penyebab yang
tidak diketahui.
2.3
Patofisiologi Distosia bahu
Setelah
kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada
pada sumbu miring (oblique) dibawah ramus pubis.
Dorongan
pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah
pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengna sumbu
miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan
terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak lahir
mengikuti kepala
2.4
Komplikasi Distosia Bahu
Komplikasi distosia
bahu antara lain sebagai berikut:
A. Pada
janin
1)
Meninggal, Intrapartum atau neonatal
2)
Paralisis plexus brachialis
3)
Fraktur klavikula
4)
Hipoksia janin, dengan atau tanpa
kerusakan neurologis permanen
5)
Fraktura humerus
B. Pada
ibu:
1)
terjadi Robekan di perineum derajat III
atau IV
2)
Perdarahan pasca persalinan
3)
Rupture uteri (Hakimi, 2003).
2.5
Factor Resiko
Faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian distosia bahu yaitu:
1) Ibu
dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes
gestasional (Keller,dkk).
2) Janin
besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat
lahir yang lebih besar, meski demikian hamper separuh dari kelahiran distosia
bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
3) Multiparitas
4) Ibu
dengan obesitas.
5) Kehamilan
posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia
42 minggu.
6) Riwayat
obstetric dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu,
terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) diantara 42 wanita ( Smith
dkk., 1994).
2.6
Tatalaksana
Penatalaksanaan
distosia bahu juga harus memperhatikan kondisi ibu dan janin. Syarat-syarat
agar dapat dilakukan tindakan untuk menangani distosia bahu adalah :
§ Kondisi
vital ibu cukup memadai sehingga dapat berkerjasama untuk menyelesaikan
persalinan
§ Masih
mampu untuk mengejan
§ Jalan
lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi
§ Bayi
masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
§ Bukan
monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi keluarnya bayi (Taufan
Nugroho.2012:133)
2.7 Pencegahan
Upaya
pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakukan
dengan cara :
1)
Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar
pada persalinan vaginal berisiko tinggi : janin luar biasa besar ( > 5 kg),
janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar ( > 4 kg)
dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang
dengan janin besar
2)
Identifikasi dan obati diabetes pada ibu
3)
Selalu bersiap bila sewaktu-waktu
terjadi
4)
Kenali adanya distosia seawal mungkin.
Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi
meningkatkan risisko cedera pada janin
5)
Perhatikan waktu dan segera minta
pertolongan begitu distosia diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi
MCRobert, pertolongan persalinan, resusitasi bayi, dan tindakan anestesia (bila
perlu) (Abdul Bari Saifuddin.2008:60 )
2.8
Teknik Penanganan Distosia Bahu
Prinsip
utama dalam penanganan distosia bahu adalah melahirkan badan bayi sesegera
mungkin dengan beberapa teknik berikut :
A.
Episiotomi
Episiotomi
dilakukan dengan tujuan memperluas jalan lahir sehingga bahu diharapkan dapat
lahir.
B. Manuver
Mc. Robert
1)
Dengan posisi ibu berbaring, minta ibu
untuk menarik kedua lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya, minta dua asisten
(boleh suami atau anggota kelurganya) untuk membantu ibu
2)
Tekan kepala bayi secara mantap dan
terus-menerus ke arah bawah (kearah anus ibu) untuk mengerakkan bahu anterior
di bawah symphisis pubis. Hindari tekanan yang berlebihan pada bagian kepala
bayi karena mungkin akan melukainya
3)
Secara bersamaan minta salah satu
asisten untuk memberikan sedikit tekanan supra pubis ke arah bawah dengan
lembut. Jangan lakukan dorongan pada pubis, karena akan mempengaruhi bahu lebih
jauh dan bisa menyebabkan ruptur uteri
C. Manuver
Corkscrew Woods
1)
Masukkan salah satu tangan kedalam
vagina dan lakukan penekanan pada bahu anterior, kearah sternum bayi, untuk
memutar bahu bayi dan mengurangi diameter bahu
2)
Jika perlu, lakukan penekanan pada bahu
posterior ke arah sternum
D.
Teknik Pelahiran Bahu Belakang
1)
Masukkan salah satu tnagn kedalam vagina
dan pegang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterior
2)
Fleksikan lengan bayi bagian siku dan
letakkan lengan tersebut melintang di dada bayi
E.
Manuver Rubin
1)
Pertama dengan menggoyang-goyang kedua
bahu janin dari satu sisi ke sisi lain dengan memberikan tekanan pada abdomen
2)
Bila tidak berhasil, tangan yang berada
di panggul meraih bahu yang paling mudah di akses, kemudian mendorongnya ke
permukaan anterior bahu. Hal ini biasanya akan menyebabkan abduksi kedua bahu
kemudian akan menghasilakn diameter antar-bahu dan pergeseran bahu depan dari
belakang simfisis pubis.
F. Manuver
Hibbard
Menekan dagu dan leher janin ke arah
rectum ibu dan seorang asisten menekan kuat fundus saat bahu depan di bebaskan.
Penekanan fundus yang dilakukan pada saat yang salah akan mengakibatkan bahu
depan semakin terjepit
G.
Posisi Merangkak
1)
Minta ibu berganti posisi merangkak
2)
Coba ganti kelahiran bayi tersebut dalam
posisi ini dengan cara melakukan tarikan perlahan pada bahu anterior kearah
atas dengan hati-hati
3)
Segera setelah lahir bahu anterior
lahirkan bahu posterior dengan tarikan perlahan ke arah bagian bawah dengan
hati-hati.
H.
Manuver Zavanelli
1)
Mengembalikan posisi oksiput anterior
atau posterior bila kepala janin telah berputar dari posisi tersebut
2)
Memfelsikan kepala dan secara perlahan
mendorongnya masuk kembali ke vagina yang diikuti dengan kelahiran secara
sesar.
3)
Memberikan terbutaline 250 mg sub kutan
untuk menghasilkan relaksasi uterus.
I.
Fraktur Klavikula
Mematahkan
klavikula dengan cara menekan klavikula anteror terhadap ramus pubis dapat
dilakukan untuK membebaskan bahu yang terjepit.
J.
Kleidotomi
Kleidotomi
yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain, biasannya
dilakukan pada janin mati.
K.
Simfisiotomi
Simfisiotomi
yaitu mematahkan simfisis pubis untuk mempermudah persalinan juga dapat
diterapkan dengan sukses (Taufan Nugroho.2012:134-136)
BAB 3
PENUTUPAN
3.1
Kesimpulan
Distosia
bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala distosia bahu
adalah pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan
ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan tertarik ke dalam dan tidak dapat
mengalami putaran paksi luar yang normal. Disebabkan oleh karena faktor-faktor
komplikasi pada maternal atau neonatal. Untuk penatalaksanaan nya dilakukan
episiotomy secukupnya dan dilakukannya Manuver Mc.Robert,karena manuver
ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu
derajat ringan sampai sedang.
DAFTAR
PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar