Langsung ke konten utama

GADARMATERNAL DAN NEONATAL :Malpresentasi / Malposisi DAN KPD, Kehamilan lewat bulan

MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN PADA KASUS KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL SESUAI PROSEDUR DAN KEWENANGAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
Description: C:\Users\TOSHIBA\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\images (2).jpg
 







                                                                


Oleh :
1. Astri hermayanti
2. Annisa nur fajri
3. Eneng sri sumarni
4. Debytia dwi pebrianti
5. Taslima



PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
TAHUN AKADEMIK 2016/2017


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
                        Semua wanita hamil beresiko komplikasi obstetri. Komplikasi yang mengancam jiwa kebanyakan terjadi selama persalinan, dan ini semua tidak dapat diprediksi. Prenatal screening tidak mengidentifikasi semua wanita yang akan mengembangkan komplikasi (Rooks, Winikoff, dan Bruce 1990).
                        Perempuan tidak diidentifikasi sebagai "berisiko tinggi" dapat dan melakukan mengembangkan komplikasi obstetrik. Kebanyakan komplikasi obstetrik terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.
                        Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/ oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi
                        Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Menusut survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2011 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita di Indonesia tahun 2007 sebesar 44/10.000 Kelahiran Hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada thailan  atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina.
                        Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan


1.2    Rumusan Masalah
a.          Bagaimana persiapan umum sebelum tindakan pada kegawatdaruratan maternal neonatal ?
b.         Bagaimana pertolongan persalinan dengan penyulit malpresentasi /malposi
c.          Bagaimana pertolongan persalinan dengan penyulit Ketuban Pecah Dini serta kehamilan lewat bulan ?

1.3        Tujuan Penulisan
a.          untuk mengetahui persiapan umum sebelum tindakan pada kegawatdaruratan maternal neonatal
b.         untuk mengetahui pertolongan persalinan dengan penyulit malpresentasi /malposisi
c.          untuk mengetahui pertolongan persalinan dengan penyulit Ketuban Pecah Dini serta kehamilan lewat bulan
  



BAB 11
PEMBAHASAN

1.      Persiapan Umum Sebelum Tindakan Pada Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
                  Penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal meliputi intervensi yang spesifik untuk menangani kasus “kegawatan” atau komplikasi selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta kegawatan pada bayi baru lahir di bawah 30 hari. Intervensi yang dilakukan antara lain pemberian antibiotik intravena, penanganan komplikasi aborsi, penanganan perdarahan postpartum, pengananan asfiksia neonatorum, penanganan ikterus neonatorum, dan lain sebagainya.
                    Kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal bukanlah merupakan tanggung jawab petugas kesehatan untuk mengananinya. Namun, dibutuhkan peran serta berbagai pihak dalam mewujudkan kondisi yang mendukung demi tercapainya keselamatan ibu dan bayi yang mengalami kegawatan melalui sistem pertolongan yang sinergi, bekerja efektif, efisien, dan kontinu.
                    Pemberi bantuan dana, pembuat kebijakan, dan petugas kesehatan harus menyadari bahwa tujuan utama pengananan kegawatdaruratan maternal dan neonatal adalah untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya, juga untuk menyelamatkan jiwa bayi yang baru lahir atau dengan kata lain untuk mengurangi angka kematian ibu dan angka kematian neonatal.
                    Penyediaan pelanyanan penanganan kegawatdaruratan yang berkualitas bukanlah penyelesaian masalah. Bukan pula dengan tersedianya rumah sakit yang menyediakan layanan pembedahan di kamar operasi, tetapi ada beberapa poin yang menentukan berhasilnya pertolongan kasus kegawatdaruratan di antaranya yaitu.
a.             Pendidikan dan mobilisasi komunitas
         Tujuannya agar masyarakat mengetahui kapan harus mencari pertolongan dan kapan menghubungi petugas kesehatan jika tampak tanda bahaya atau kegawatan.
b.            Pinjaman dana komunitas
         Kurangnya biaya  merupakan masalah atau hambatan daam mendapatkan pertolongan ataupun penanganan di fasilitas kesehatan. Mendirikan sebuah pinjaman dana komunitas memberikan dampak yang baik di mana masyarakat termotivasi dalam mendonorkan dana demi tercapainya penggunaan fasilitas yang dibutukan oleh ibu ataupun bayi yang mengalami kegawatan.
c.                Trained and skilled staff ( petugas kesehatan yang terlatih dan terampil)
d.               Alat transportas
            Ketersediaan alat transportasi merupakan elemen yang krusial dari kuatnya sistem rujukan. Alat transportasi tidak mesti harus ambulans. Sarana transportasiumum seperti taxi ataupun mobil pribadi dapat digunakan dalam situasi gawatdarurat.
e.             Maternity Waiting Homes ( Rumah Singgah Ibu
         Maternity waiting homes dirancang umumnya untuk mengurangi komplikasi intra partum dan postpartum. Penggunaan MWH ini telah lama direkomendasikan oleh WHO sebagai strategi untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian ibu.
f.             Ketersediaan obat, bahan, alat, dan perlengkapan, kamar operasi, dan lain sebagainya di fasilitas kesehatan.
g.            Lingkungan kerja yang kondusif serta kerjasama antara petugas yang baik
h.            Meningakatkan kualitas sistem penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal pada setiap fasilitas kesehatan/ pusat pelayanan kesehatan
i.              Komunikasi dan hubungan antara penolong kasus kegawatan pada level komunitas dengan petugas di fasilitas yang lebih baik (tempat rujukan)

1.1    Pastikan Jalan Napas Bebas
                    Harus diyakini bahwa jalan napas tidak tersumbat. Jangan memberikan cairan atau makanan ke dalam mulut karena pasien sewaktu-waktu dapat muntah dan cairan muntahan dapat terisap masuk ke dalam paru-paru. Putarlah kepala pasien dan kalau perlu putar juga badannya ke samping dengan demikian bila ia muntah, tidak sampai terjadi aspirasi. Jagalah agar kondisi badannya tetap hangat karena kondisi hipotermia berbahaya dan dapat memperberat syok. Naikkanlah kaki pasien untuk membantu aliran darah balik ke jantung. Jika posisi berbaring menyebabkan pasien merasa sesak napas, kemungkinan hla ini dikarenakan gagal jantung dan edema paru-paru. Pada kasus demikian, tungkai diturunkan dan naikkanlah posisi kepala untuk mengurangi cairan dalam paru-paru.

1.2    Pemberian Oksigen
                    Oksigen diberikan dengan kecepatan 6-8 liter / menit. Intubasi maupun ventilasi tekanan positif hanya dilakukan kalau ada indikasi yang jelas.



1.3.   Pemberian Cairan Intravena
                    Cairan intra vena diberikan pada tahap awal untuk persiapan mengantisipasi kalau kemudian penambahan cairan dibutuhkan. Pemberian cairan infus intravena selanjutnya  baik jenis cairan, banyaknya cairan yang diberikan, dan kecepatan pemberian cairan harus sesuai dengan diagnosis kasus. Misalnya pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh  yang hilang pada syok hipovolemik seperti pada perdarahan berbeda dengan pemberian cairan pada syok septik. Pada umumnya dipilih cairan isotonik, misalnya NaCl 0.9 % atau Ringer Laktat. Jarum infus yang digunakan sebaiknya nomor 16-18 agar cairan dapat dimasukkan secara cepat.
                    Pengukuran banyaknya cairan infus yang diberikan sangatlah penting. Berhati-hatilah agar tidak berlebihan memberikan cairan intravena terlebih lagi pada syok septik. Setiap tanda pembengkakan, napas pendek, dan pipi bengkak, kemungkinan adalah tanda kelebihan pemberian cairan. Apabila hal ini terjadi, pemberian cairan dihentikan. Diuretika mungkin harus diberikan bila terjadi edema paru-paru.

1.4    Pemberian Tranfusi Darah
                    Pada kasus perdarahan yang banyak, terlebih lagi apabila disertai syok, transfusi darah sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa penderita. Walaupun demikian, transfusi darah bukan tanpa risiko dan bahkan dapat berakibat kompliksai yang berbahaya dan fatal. Oleh karena itu, keputusan untuk memberikan transfusi darah harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Risiko yang serius berkaitan dengan transfusi darah mencakup penyebaran mikroorganisme infeksius ( misalnya human immunodeficiency virus atau HIV dan virus hepatitis), masalah yang berkaitan dengan imunologik ( misalnya hemolisis intravaskular), dan kelebihan cairan dalam transfusi darah.

1.5    Pasang Kateter Kandung Kemih
                    Kateter kandung kemih dipasang untuk mengukur banyaknya urin yang keluar guna menulai fungsi ginjal dan keseimbangan pemasukan danpengeluaran cairan tubuh. Lebih baik dipakai kateter foley. Jika kateterisasi tidak mungkin dilakukan, urin ditampung dan dicatat kemungkinan terdapat peningkatan konsesntrasi urin ( urin berwarna gelap) atau produksi urin berkurang sampai tidak ada urin sama sekali. Jika produksi urin mula-mula rendah kemudian semakin bertambah, hal ini menunjukan bahwa kondisi pasien membaik. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4 jam atau 30 mL/ jam.

1.6    Pemberian Antibiotika
                    Antibiotika harus diberikan apabila terdapat infeksi, misalnya pada kasus sepsi, syok septik, cidera intraabdominal, dan perforasi uterus.
                    Pada kasus syok, pemberian antibiotika intravena lebih diutamakan sebab lebih cepat menyebarkan obat ke jaringan yang terkena infeksi. Apabila pemberian intravena tidak memungkinkan, obat dapat diberikan intramuskular. Pemberian antibiotika per oral diberikan jika pemberian intra vena dan intramuskular tidak memungkinkan, yaitu jika pasien dalam keadaan syok, pada infeksi ringan, atau untuk mencegah infeksi yang belum timbul, tetapi diantisipasi dapat terjadi sebagai komplikasi.
                    Profilaksis antibiotika adalah pemberian antibiotika untuk pencegahan infeksi pada kasus tanpa tanda-tanda dan gejala infeksi. Antibiotika diberikan dalam dosis tugngal, paling banyak ialah 3 kali dosis. Sebaiknya profilaksis antibiotika diberikan setelah tali pusat diklem untuk menghindari efeknya pada bayi. Profilaksis antibiotika yang diberikan dalam dosis terapeutik selain menyalahi prinsip juga tidak perlu dan  suatu pemborosan bagi si penderita. Risiko penggunaan antibiotika berlebihan ialah retensi kuma, efek samping, toksisitas, reaksi alergi, dan  biaya yang tidak perlu dikeluarkan.

1.7    Obat Pengurang Rasa Nyeri
                    Pada beberapa kasus kegawatdaruratan obstetri, penderita dapat mengalami rasa nyeri yang membutuhkan pengobatan segera. Pemberian obat pengurang rasa nyeri jangan sampai menyembunyikan gejala yang sangat penting untuk menentukan diagnosis. Hindarilah pemberian antibiotika pada kasus yang dirujuk tanpa didampingi petugas kesehatan, terlebih lagi petugas tanpa kemampuan untuk mengatasi depresi pernapasan.

1.8    Penanganan Masalah Utama
                    Penyebab utama kasus kegawatdaruratan kasus harus ditentukan diagnosisnya dan ditangani sampai tuntas secepatnya setelah kondisi pasien memungkinkan untuk segera ditindak. Kalau tidak, kondisi kegawatdaruratan dapat timbul lagi dan bahkan mungkin dalam kondisi yang lebih buruk.\
1.9    Rujukan 
                    Apabila fasilitas medik di tempat kasus diterima tidak memadai untuk menyelesaikan kasus dengan tindakan klinik yang adekuat, maka kasus harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Sebaiknya sebelum pasien dirujuk, fasilitas kesehatan yang akan menerima rujukan dihubungi dan diberitahu terlebih dahulu sehingga persiapan penanganan ataupun perawatan inap telah dilakukan dan diyakini rujukan kasusa tidak akan ditolak.




2.      Pertolongan Persalinan Dengan Penyulit
2.1    Malposisi /Malpresentasi
2.1.1 Malposisi
a.      Pengertian
                    Malposisi merupakan posisi abnormal verteks kepala janin (dengan oksiput sebagai titik acuan) terhadap panggul ibu. Malpresentasi merupakan presentasi janin selain verteks.
b.      Macam-macam
         1.        Posisi Oksiput Posterior
         a.        Etiologi
Janin : abnormal, besar, prematur, multipel
Uterus : abnormal, polihidramnion, tonus uterus memburuk,
abdomen pendulus, ketuban pecah dini.
Pelvis : abnormal, disproporsi (pelvis berkontraksi atau longgar)
Ibu : multiparitas, bekas robekan, plesenta previa.
         b.        Penyebab
                          Keadaan dimana oksiput berada di arah posterior dari diameter transversal pelvis dan satu bentuk kelainan putar paksi dalam (internal rotation) pada proses persalinan.
                          Pada letak belakang biasanya ubun-ubun kecil akan memutar ke depan dengan sendirinya dan janin akan lahir secara spontan. Kadang- kadang ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan sehingga tetap di belakang dan dinamakan posisi oksipito oksiput posterior persistens.
         c.        Diagnosis
                          pada pemeriksaan abdomen, perut agak membesar, bagian bawah perut mendatar, ekstremitas janin teraba anterior, DJJ terdengar disampingkepala menonjol diatas pintu atas panggul. Pada pemeriksaan dalam, UUK teraba di belakang. Putar paksi terhalang atau tidak terjadi, oksiput kearah sakrum, UUB dianterior akan mudah diraba bila kepala defleksi.
       d.         Penanganan
         Dalam menghadapi persalinan ubun-ubun kecil di belakang sebaiknya dilakukan pengawasan persalinan yang seksama dengan harapan terjadinya persalinan secara spontan. Tindakan untuk mempercepat jalannya persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama, atau ada tanda-tanda bahaya terhadap janin. Berikut beberapa cara penangan khusus:
·               Jika ada tanda-tanda persalinan macet atau denyut jantung janin (DJJ) lebih dari 180 atau kurang dari 100 pada fase apapun, lakukan seksio caesaria.
·               Jika ketuban utuh, pecahkan menggunakan pengait amnion atau klem kokher.
·               Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin.
·               Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran, periksa kemungkinan adanya obstruksi. Jika ada tanda obstruksi, akselerasi persalinan dengan oksitosin.
·               Jika pembukaan lengkap dan jika:
·               Kepala janin terasa 3/5 atau lebih di atas simfisis pubis (pintu atas panggul) atau kepala di atas stasion (-2) lakukan seksio caesaria.
·               Kepala janin di antara 1/5 dan 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian terdepan kepala janin di antara stasion 0 dan -2 lakukan ekstraksi vacum atau seksio caesaria.
·               Kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian terdepan dari kepala janin berada di stasiun 0, lakukan ekstraksi vacuum
e.      Komplikasi
komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
         partus lama
         laserasi jalan lahir
komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
         asfiksia
         moulase hebat
         mortalitas tinggi
f.       Prognosis
                    Jalannya persalinan pada posisi oksiput posterior sulit diramalkan karena keungkinan adanya penyulit, umumnya berlansung lama, kerusakan jalan lahir lebih besar, kematian perinatal lebih tinggi.


2.1.2 Malpresentasi
a.      Pengertian
         Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi verteks.
b.      Macam-macam
1.      Presentasi Dahi
         a.        Etiologi
         faktor ibu :
·               panggul sempit
·               multiparitas
·               perut gantung
         faktor janin :
·               janin besar
·               janin mati
·               lilitan tali pusat
         faktor uterus :
·               plasenta previa
·               letak uretus yang miring
·               tumor leher depan
·               spasma otot leher rahim
         b.        Penyebab
Adanya ekstensi parsial kepala janin sehingga terletak lebih tinggi dari sinsiput.
         c.        Diagnosis
                 pada pemeriksaan abdomen, kepala 3/5 di atas simpisis pubis. Oksiput lebih tinggi dari sinsiput, tonjolan kepala sepihak dengan punggung janin, DJJ sepihak dengan bagian kecil, dagu dan oksiput mudah diraba pada pemeriksaan vagina, teraba fontanella anterior dan orbita.
         d.       Penanganan
                 pada presentasi dahi, biasanya kepala tidak turun dan persalinan macet. Konversi spontan kearah presentasi verteks dan muka jarang terjadi, khususnya jika janin mati atau kecil. Konversi spontan biasanya jarang terjadi pada janin hidup dengan ukuran normal jika ketuban telah pecah.
·               Jika janin kecil bisa lahir dengan spontan tanpa masalah
·               Jika janin hidup, lakukan sectio secaria
·               Jika janin mati dan pembukaan serviks:
o      Tidak lengkap, lakukan seksio sesaria
o      Lengkap, lakukan kraniotomi
o      Jika tidak terampil melakukan kraniotomi, lakukan seksio sesaria.
e.      Komplikasi
ibu : morbiditas meningkat, robekan perinium
janin : mortanitas meningkat 20%, moelase berat, kerusakan otak yang reversible
f.       Prognosis
                        Pada letak dahi yang bersifat sementara anak dapat lahir spontan sebagai letak belakang kepala atau letak muka. Kalau letak dahi menetap maka prognosa buruk kecuali kalau anak kecil. Janin besar atau panggul sempit lahir dengan seksia sesarea karena rentang infeksi dan partus lama.

2.3    Prinsip Dasar Ketuban Pecah Dini
1.            Ketuban dinyatakan pecah dini apabila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
2.            Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam Obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis.
3.            Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
4.            Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan.  (Sarwono Prawiraharjo, 2001).



2.2     Pengertian Ketuban Pecah Dini
                    Ketuban pecah dini atau Spontaneous / Early-Premature Rupture Of The Membrane (prom) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara < 5 cm. bila periode laten terlalu pajang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak.
A.     Selaput janin dapat robek dalam kehamilan:
a.             Spontan karena selaputnya lemah atau kurang terlindung karena cervix terbuka (cervix yang inkompelent).
b.            Karena trauma, karena jatuh, coitus atau alat-alat.
c.             Insiden menurut Eastman kira-kira 12% dari semua kehamilan.
B.     Gejala
a.             Air ketuban mengalir keluar, hingga rahim lebih kecil dari sesuai dengan tuanya kehamilan konsistensinya lebih keras.
b.            Biasanya terjadi persalinan
c.             Cairan: hydroohoea amniotica  

C.     Patogenesis
1.            Adanya  hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit : Pielonefritis, Sistitis, Servisitis, dan Vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotililtas rahim ini.
2.            Ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3.            Infeksi (amnionitas) (Khorioamnionitis)
4.            Faktor-faktor lain merupakan predis posisi adalah: multipara, malposisi, disproporsi, cervik incompeten dll.
5.            Artifisal (ammoniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.



Ø   Cara menentukan ketuban pecah dini
a.         Adanya  cairan berisi mekoneum, verniks koseso, rambut lanugo dan kadang kala berbau kalau sudah infeksi
b.        Inspekula : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis serisis dan bagian yang sudah pecah.
c.         Lakus (litmus)
         jadi biru (basa)……….air kertuban
         jadi merah (asam)……….air kemih (urine)
d.        Pemeriksaan pH forniks posterior pada prom [H adalah basis (air ketuban)
e.         Pemeriksaan hispatologi air (Ketuban)
f.         Abozination dan sitologi air ketuban. (TAILOR)

Ø   Pengaruh PROM (KPD)
         a         Pengaruh terhadap janin
         Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi karena infeksi intrauterine lebih duluan terjadi (amnionitis,Vakulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal.
         b.        Pengaruh terhadap
Karena jalan telah terbuka antara lain akan dijumpai
1.      Infeksi intrapartal apalagi bila terlalu sering di periksa dalam
2.      Infeksi peurperalis (nifas)
3.      Peroitonitis dan septikemi.
4.      Dry-labor
     Ibu akan jadi lelah, lelah terbaring di tempat tidur, partus akan jadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat, dan nampak gejala-gejala infeksi. Jadi akan meninggikan angka kematian dan angka mobilitas pada ibu.
( PROF. DR.  RUSTAM MOCHTAR, MPH )






Ø   Penilaian Klinik
1.      Tentukan pecahnya selaput ketuban. Di tentukan dengan adanya cairan ketuban dari  vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan test lakmus (mitrazin test) merah menjadi biru, membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin.
2.      Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan USG
3.      Tentukan ada tidaknya infeksi :suhu ibu lebih besar atau sama dengan 38oC, air ketuban yang keluar dan berbau, janin mengalami takhikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterine
4.      tentukan tanda-tanda inpartu: kontraksi teratur, periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (erminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik.
         (ACUAN  PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL)

D.     Penanganan
1.      Kalau kehamilan sudah aterm dilakukan induksi
2.      Kalau anak premature  diusahakan supaya kehamilan dapat berlangsung terus, misalnya dengan istirahat dan pemberian progesteron.
3.      Kalau kehamilan masih sangat muda (dibawah 28 minggu) dilakukan induksi
4.      Mempertahankan kehamilan supaya bayi lahir (berlangsung +/- 72 jam)
5.      Pantau keadaan umum itu, tanda vital dan distress janin/kelainan lainnya pada ibu dan pada janin
6.      Observasi ibu terhadap infeksi khorioamnionitis sampai sepsis
7.      KIM terhadap ibu dan keluarga, sehingga dapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin ditambah dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
8.      Bila tidak terjadi his spontan dalam 24 jam atau terjadi komplikasi lainnya, rujuk ibu segera ke fasilitas yang lebih tinggi.
         (OBSTETRI PATOLOGI UNPAD)




E.      Koservatif
1.      Rawat di rumah sakit
2.      Berikan antibiotic (ampisilin 4x500 mg dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).
3.      Jika umur kehamilan kurang dari 32-34 minggu, dirawat selama air kertuban tidak keluar lagi .
4.      Jika usia kehamilan 32-7 minggu belum importu, tidak ada infeksi, tes busa negatif, beri deksametason, obserfasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5.      Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah importu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksometason dan induksi sesudah 24 jam
6.      Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi
7.      Nilai tanda-tanda infeksi ( suhu, tanda-tanda infeksi intrauteri )
8.      Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan lakukan kemungkinan kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu dosis bertambah 12 mg per hari dosis tunggal selama 2 hari, deksamatason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

F.      AKTIF
1.      Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal Sc dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2.      Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan di akhiri.
a.      Bila skor pelvik kurang dari 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan Sc.
b.     Bila skor pelvik lebih dari 5, induksi persalinan, partus pervaginam.



G.    Penatalaksanaan
KETUBAN PECAH
LEBIH DARI SAMADENGAN 37 MINGGU
INFEKSI
TIDAK ADA INFEKS
INFEKSI
TIDAK ADA INFEKS
-          Berikan Penisilin, Gentamisin Dan Metronidazol

-          Lahirkan Bayi

Amoksilin + Eritromisin untuk 7 hari



Steroid untuk pematangan paru
Berikan Penisilin  Gentanisin Dan Metronizadol



Lahirkan Bayi
Lahirkan Bayi Berikan Penisilin  atau Ampicilin
Anti biotika setelah persalinan
Profilaksi
Infeksi
Tidak ada infeks
Stop antibiotika
Lanjutkan untuk 24-48 jam setelah bebas panas
Tidak perlu antibiotic
( SARWONO PRAWIROHARJO, 2001 )










2.3 Kehamilan Lewat Bulan

2.1.   Definisi
                        Kehamilan lewat bulan (serotinus) ialah kehamilan yang berlangsung lebih dari perkiraan hari taksiran persalinan yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT), dimana usia kehamilannya telah melebihi 42 minggu (>294 hari).
2.2.   Insiden
                        Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan cukup bulan, dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 -7 %. Variasi insiden postterm berkisar antara 2-31,37%.
2.3.   Etiologi
                        Penyebab pasti kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum kita ketahui. Diduga penyebabnya adalah siklus haid yang tidak diketahui pasti, kelainan pada janin (anenefal, kelenjar adrenal janin yang fungsinya kurang baik, kelainan pertumbuhan tulang janin/osteogenesis imperfecta; atau kekurangan enzim sulfatase plasenta).
         Menurut dr. Bambang Fadjar, SpOG dari Rumah Sakit Asih, Jakarta Selatan, penyebab kehamilan lewat waktu adalah kelainan pada janin sehingga tidak ada kontraksi dari janin untuk memulai proses persalinan. Kelainan janin tersebut antara lain anensephalus, hipoplasia, kelenjar supra renal janin, dan janin tidak memiliki kelenjar hipofisa, kelainan pada plasenta yang berupa tali pusar pendek dan kelainan letak kehamilan. Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut:
o       Kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling sering.
o       Tidak diketahui.
o       Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan.
o       Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan penyebab yang jarang terjadi.
o       Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi.
o       Faktor genetik juga dapat memainkan peran.
               Jumlah kehamilan atau persalinan sebelumnya dan usia juga ikut mempengaruhi terjadinya kehamilan lewat waktu. Bahkan, ras juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kehamilan lewat waktu. Data menunjukkan, ras kulit putih lebih sering mengalami kehamilan lewat waktu ketimbang yang berkulit hitam.
               Di samping itu faktor obstetrik pun ikut berpengaruh. Umpamanya, pemeriksaan kehamilan yang terlambat atau tidak adekuat (cukup), kehamilan sebelumnya yang lewat waktu, perdarahan pada trisemester pertama kehamilan, jenis kelamin janin (janin laki-laki lebih sering menyebabkan kehamilan lewat waktu ketimbang janin perempuan), dan cacat bawaan janin.

2.4.   Resiko
                        Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3 kali dari pada kehamilan aterm1. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti kertas perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis. Akibat kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang menyebabkan janin buang air besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan ketuban menjadi hijau pekat.
                        Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan gejala MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik.  Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.

2.5.   Diagnosis
                        Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila ada keraguan, maka pengukuran tinggi fundus uterus serial dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah air ketuban yang berkurang dan gerakan janin yang jarang.




         Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis kehamilan lewat waktu, antara lain :
1.                        HPHT jelas.
2.                        Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18 minggu.
3.                        Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan Doppler, dan 19-20 minggu dengan fetoskop).
4.                        Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu.
5.                        Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat haid.
Bila telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama, maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat setelah trimester III sukar untuk memastikan usia kehamilan. Diagnosis juga dapat dilakukan dengan penilaian biometrik janin pada trimester I kehamilan dengan USG. Penyimpangan pada tes biometrik ini hanya lebih atau kurang satu minggu.
                        Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai sensitifitas 75% dan tes tanpa tekanan dengan KTG mempunyai spesifisitas 100% dalam menentukan adanya disfungsi janin plasenta atau postterm. Kematangan serviks tidak bisa dipakai untuk menentukan usia kehamilan. Tanda kehamilan lewat waktu yang dijumpai pada bayi dibagi atas tiga stadium1:
·                     Stadium I. Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
·                     Stadium II. Gejala stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit.
·                     Stadium III. Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.

         Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat dilakukan :
1.            Tes tanpa tekanan (non stress test). Bila memperoleh hasil non reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil tes tekanan yang positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan berhubungan dengan keadaan postmatur.
2.            Gerakan janin. Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/ 20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/ 20 menit), dapat juga ditentukan dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG (normal >1 cm/ bidang) memberikan gambaran banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion maka kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.
3.            Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.

2.6.      Penatalaksanaan
                        Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor pelvik (pelvic score=PS).
Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain:
1.      Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.
2.      Induksi dengan oksitosin.
3.      Bedah seksio sesaria.
         Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan sebelumnya.
·               Bila nilai pelvis >8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
·               Bila PS >5, dapat dilakukan drip oksitosin.
·               Bila PS <5 dahulu="" dapat="" dilakukan="" kemudian="" lagi.="" lakukan="" pematangan="" pengukuran="" ps="" servik="" span="" terlebih="">
                        Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur skor pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis >5, maka induksi persalinan dapat dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%. Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4 tetes/menit hingga timbul his yang adekuat. Selama pemberian infus, kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena dikhawatirkan dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.
                        Pada pelaksanaan di RSU Mataram, kehamilan yang telah melewati 40 minggu dan belum menunjukkan tanda-tanda inpartu, biasanya langsung segera diterminasi agar resiko kehamilan dapat diminimalis.
        
2.7.   Pencegahan
                        Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7-8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.
                        Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan perhitungan yang lebih tepat.. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat tanggal hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari pertama haid terakhir Bu A jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh angka 8,7. Jadi, usia kehamilannya saat ini 9 minggu.




BAB III
PENUTUP


3.1    Kesimpulan
                    Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
                    Penanganan kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuat tim medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan
Prinsip umum penanganan kasus kegawatdaruratan
a.       Pastikan jalan napas bebas
b.      Pemberian oksigen
c.       Pemberian cairan intravena
d.      Pemberian tranfusi darah
e.       Pasang kateter kandung kemih
f.       Pemberian antibiotika
g.      Obat pengurang rasa nyeri
h.      Penanganan masalah utama
i.        Rujukan    

3.2    Saran
                    Kasus kegawatdaruratan merupakan hal yang saat ini mendapat perhatian yang begitu besar. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak memberikan kontribusinya dalam merespon kasus kegawatdaruratan ini. Bagi mahasiswa, sudah seyogyanya memberikan peran dengan mempelajari dengan sungguh-sunggu kasus-kasus kegawatadaruratan dan memaksimalkan keterampilan dalam melakukan penanganan kegawatdaruratan yang berada dalam koridor wewenang bidan.





 BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
                        Semua wanita hamil beresiko komplikasi obstetri. Komplikasi yang mengancam jiwa kebanyakan terjadi selama persalinan, dan ini semua tidak dapat diprediksi. Prenatal screening tidak mengidentifikasi semua wanita yang akan mengembangkan komplikasi (Rooks, Winikoff, dan Bruce 1990).
                        Perempuan tidak diidentifikasi sebagai "berisiko tinggi" dapat dan melakukan mengembangkan komplikasi obstetrik. Kebanyakan komplikasi obstetrik terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.
                        Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/ oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi
                        Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Menusut survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2011 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita di Indonesia tahun 2007 sebesar 44/10.000 Kelahiran Hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada thailan  atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina.
                        Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan


1.2    Rumusan Masalah
a.          Bagaimana persiapan umum sebelum tindakan pada kegawatdaruratan maternal neonatal ?
b.         Bagaimana pertolongan persalinan dengan penyulit malpresentasi /malposi
c.          Bagaimana pertolongan persalinan dengan penyulit Ketuban Pecah Dini serta kehamilan lewat bulan ?

1.3        Tujuan Penulisan
a.          untuk mengetahui persiapan umum sebelum tindakan pada kegawatdaruratan maternal neonatal
b.         untuk mengetahui pertolongan persalinan dengan penyulit malpresentasi /malposisi
c.          untuk mengetahui pertolongan persalinan dengan penyulit Ketuban Pecah Dini serta kehamilan lewat bulan





















BAB 11
PEMBAHASAN

1.      Persiapan Umum Sebelum Tindakan Pada Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
                  Penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal meliputi intervensi yang spesifik untuk menangani kasus “kegawatan” atau komplikasi selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta kegawatan pada bayi baru lahir di bawah 30 hari. Intervensi yang dilakukan antara lain pemberian antibiotik intravena, penanganan komplikasi aborsi, penanganan perdarahan postpartum, pengananan asfiksia neonatorum, penanganan ikterus neonatorum, dan lain sebagainya.
                    Kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal bukanlah merupakan tanggung jawab petugas kesehatan untuk mengananinya. Namun, dibutuhkan peran serta berbagai pihak dalam mewujudkan kondisi yang mendukung demi tercapainya keselamatan ibu dan bayi yang mengalami kegawatan melalui sistem pertolongan yang sinergi, bekerja efektif, efisien, dan kontinu.
                    Pemberi bantuan dana, pembuat kebijakan, dan petugas kesehatan harus menyadari bahwa tujuan utama pengananan kegawatdaruratan maternal dan neonatal adalah untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya, juga untuk menyelamatkan jiwa bayi yang baru lahir atau dengan kata lain untuk mengurangi angka kematian ibu dan angka kematian neonatal.
                    Penyediaan pelanyanan penanganan kegawatdaruratan yang berkualitas bukanlah penyelesaian masalah. Bukan pula dengan tersedianya rumah sakit yang menyediakan layanan pembedahan di kamar operasi, tetapi ada beberapa poin yang menentukan berhasilnya pertolongan kasus kegawatdaruratan di antaranya yaitu.
a.             Pendidikan dan mobilisasi komunitas
         Tujuannya agar masyarakat mengetahui kapan harus mencari pertolongan dan kapan menghubungi petugas kesehatan jika tampak tanda bahaya atau kegawatan.
b.            Pinjaman dana komunitas
         Kurangnya biaya  merupakan masalah atau hambatan daam mendapatkan pertolongan ataupun penanganan di fasilitas kesehatan. Mendirikan sebuah pinjaman dana komunitas memberikan dampak yang baik di mana masyarakat termotivasi dalam mendonorkan dana demi tercapainya penggunaan fasilitas yang dibutukan oleh ibu ataupun bayi yang mengalami kegawatan.
c.                Trained and skilled staff ( petugas kesehatan yang terlatih dan terampil)
d.               Alat transportas
            Ketersediaan alat transportasi merupakan elemen yang krusial dari kuatnya sistem rujukan. Alat transportasi tidak mesti harus ambulans. Sarana transportasiumum seperti taxi ataupun mobil pribadi dapat digunakan dalam situasi gawatdarurat.
e.             Maternity Waiting Homes ( Rumah Singgah Ibu
         Maternity waiting homes dirancang umumnya untuk mengurangi komplikasi intra partum dan postpartum. Penggunaan MWH ini telah lama direkomendasikan oleh WHO sebagai strategi untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian ibu.
f.             Ketersediaan obat, bahan, alat, dan perlengkapan, kamar operasi, dan lain sebagainya di fasilitas kesehatan.
g.            Lingkungan kerja yang kondusif serta kerjasama antara petugas yang baik
h.            Meningakatkan kualitas sistem penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal pada setiap fasilitas kesehatan/ pusat pelayanan kesehatan
i.              Komunikasi dan hubungan antara penolong kasus kegawatan pada level komunitas dengan petugas di fasilitas yang lebih baik (tempat rujukan)

1.1    Pastikan Jalan Napas Bebas
                    Harus diyakini bahwa jalan napas tidak tersumbat. Jangan memberikan cairan atau makanan ke dalam mulut karena pasien sewaktu-waktu dapat muntah dan cairan muntahan dapat terisap masuk ke dalam paru-paru. Putarlah kepala pasien dan kalau perlu putar juga badannya ke samping dengan demikian bila ia muntah, tidak sampai terjadi aspirasi. Jagalah agar kondisi badannya tetap hangat karena kondisi hipotermia berbahaya dan dapat memperberat syok. Naikkanlah kaki pasien untuk membantu aliran darah balik ke jantung. Jika posisi berbaring menyebabkan pasien merasa sesak napas, kemungkinan hla ini dikarenakan gagal jantung dan edema paru-paru. Pada kasus demikian, tungkai diturunkan dan naikkanlah posisi kepala untuk mengurangi cairan dalam paru-paru.

1.2    Pemberian Oksigen
                    Oksigen diberikan dengan kecepatan 6-8 liter / menit. Intubasi maupun ventilasi tekanan positif hanya dilakukan kalau ada indikasi yang jelas.



1.3.   Pemberian Cairan Intravena
                    Cairan intra vena diberikan pada tahap awal untuk persiapan mengantisipasi kalau kemudian penambahan cairan dibutuhkan. Pemberian cairan infus intravena selanjutnya  baik jenis cairan, banyaknya cairan yang diberikan, dan kecepatan pemberian cairan harus sesuai dengan diagnosis kasus. Misalnya pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh  yang hilang pada syok hipovolemik seperti pada perdarahan berbeda dengan pemberian cairan pada syok septik. Pada umumnya dipilih cairan isotonik, misalnya NaCl 0.9 % atau Ringer Laktat. Jarum infus yang digunakan sebaiknya nomor 16-18 agar cairan dapat dimasukkan secara cepat.
                    Pengukuran banyaknya cairan infus yang diberikan sangatlah penting. Berhati-hatilah agar tidak berlebihan memberikan cairan intravena terlebih lagi pada syok septik. Setiap tanda pembengkakan, napas pendek, dan pipi bengkak, kemungkinan adalah tanda kelebihan pemberian cairan. Apabila hal ini terjadi, pemberian cairan dihentikan. Diuretika mungkin harus diberikan bila terjadi edema paru-paru.

1.4    Pemberian Tranfusi Darah
                    Pada kasus perdarahan yang banyak, terlebih lagi apabila disertai syok, transfusi darah sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa penderita. Walaupun demikian, transfusi darah bukan tanpa risiko dan bahkan dapat berakibat kompliksai yang berbahaya dan fatal. Oleh karena itu, keputusan untuk memberikan transfusi darah harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Risiko yang serius berkaitan dengan transfusi darah mencakup penyebaran mikroorganisme infeksius ( misalnya human immunodeficiency virus atau HIV dan virus hepatitis), masalah yang berkaitan dengan imunologik ( misalnya hemolisis intravaskular), dan kelebihan cairan dalam transfusi darah.

1.5    Pasang Kateter Kandung Kemih
                    Kateter kandung kemih dipasang untuk mengukur banyaknya urin yang keluar guna menulai fungsi ginjal dan keseimbangan pemasukan danpengeluaran cairan tubuh. Lebih baik dipakai kateter foley. Jika kateterisasi tidak mungkin dilakukan, urin ditampung dan dicatat kemungkinan terdapat peningkatan konsesntrasi urin ( urin berwarna gelap) atau produksi urin berkurang sampai tidak ada urin sama sekali. Jika produksi urin mula-mula rendah kemudian semakin bertambah, hal ini menunjukan bahwa kondisi pasien membaik. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4 jam atau 30 mL/ jam.

1.6    Pemberian Antibiotika
                    Antibiotika harus diberikan apabila terdapat infeksi, misalnya pada kasus sepsi, syok septik, cidera intraabdominal, dan perforasi uterus.
                    Pada kasus syok, pemberian antibiotika intravena lebih diutamakan sebab lebih cepat menyebarkan obat ke jaringan yang terkena infeksi. Apabila pemberian intravena tidak memungkinkan, obat dapat diberikan intramuskular. Pemberian antibiotika per oral diberikan jika pemberian intra vena dan intramuskular tidak memungkinkan, yaitu jika pasien dalam keadaan syok, pada infeksi ringan, atau untuk mencegah infeksi yang belum timbul, tetapi diantisipasi dapat terjadi sebagai komplikasi.
                    Profilaksis antibiotika adalah pemberian antibiotika untuk pencegahan infeksi pada kasus tanpa tanda-tanda dan gejala infeksi. Antibiotika diberikan dalam dosis tugngal, paling banyak ialah 3 kali dosis. Sebaiknya profilaksis antibiotika diberikan setelah tali pusat diklem untuk menghindari efeknya pada bayi. Profilaksis antibiotika yang diberikan dalam dosis terapeutik selain menyalahi prinsip juga tidak perlu dan  suatu pemborosan bagi si penderita. Risiko penggunaan antibiotika berlebihan ialah retensi kuma, efek samping, toksisitas, reaksi alergi, dan  biaya yang tidak perlu dikeluarkan.

1.7    Obat Pengurang Rasa Nyeri
                    Pada beberapa kasus kegawatdaruratan obstetri, penderita dapat mengalami rasa nyeri yang membutuhkan pengobatan segera. Pemberian obat pengurang rasa nyeri jangan sampai menyembunyikan gejala yang sangat penting untuk menentukan diagnosis. Hindarilah pemberian antibiotika pada kasus yang dirujuk tanpa didampingi petugas kesehatan, terlebih lagi petugas tanpa kemampuan untuk mengatasi depresi pernapasan.

1.8    Penanganan Masalah Utama
                    Penyebab utama kasus kegawatdaruratan kasus harus ditentukan diagnosisnya dan ditangani sampai tuntas secepatnya setelah kondisi pasien memungkinkan untuk segera ditindak. Kalau tidak, kondisi kegawatdaruratan dapat timbul lagi dan bahkan mungkin dalam kondisi yang lebih buruk.\
1.9    Rujukan 
                    Apabila fasilitas medik di tempat kasus diterima tidak memadai untuk menyelesaikan kasus dengan tindakan klinik yang adekuat, maka kasus harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Sebaiknya sebelum pasien dirujuk, fasilitas kesehatan yang akan menerima rujukan dihubungi dan diberitahu terlebih dahulu sehingga persiapan penanganan ataupun perawatan inap telah dilakukan dan diyakini rujukan kasusa tidak akan ditolak.



2.      Pertolongan Persalinan Dengan Penyulit
2.1    Malposisi /Malpresentasi
2.1.1 Malposisi
a.      Pengertian
                    Malposisi merupakan posisi abnormal verteks kepala janin (dengan oksiput sebagai titik acuan) terhadap panggul ibu. Malpresentasi merupakan presentasi janin selain verteks.
b.      Macam-macam
         1.        Posisi Oksiput Posterior
         a.        Etiologi
Janin : abnormal, besar, prematur, multipel
Uterus : abnormal, polihidramnion, tonus uterus memburuk,
abdomen pendulus, ketuban pecah dini.
Pelvis : abnormal, disproporsi (pelvis berkontraksi atau longgar)
Ibu : multiparitas, bekas robekan, plesenta previa.
         b.        Penyebab
                          Keadaan dimana oksiput berada di arah posterior dari diameter transversal pelvis dan satu bentuk kelainan putar paksi dalam (internal rotation) pada proses persalinan.
                          Pada letak belakang biasanya ubun-ubun kecil akan memutar ke depan dengan sendirinya dan janin akan lahir secara spontan. Kadang- kadang ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan sehingga tetap di belakang dan dinamakan posisi oksipito oksiput posterior persistens.
         c.        Diagnosis
                          pada pemeriksaan abdomen, perut agak membesar, bagian bawah perut mendatar, ekstremitas janin teraba anterior, DJJ terdengar disampingkepala menonjol diatas pintu atas panggul. Pada pemeriksaan dalam, UUK teraba di belakang. Putar paksi terhalang atau tidak terjadi, oksiput kearah sakrum, UUB dianterior akan mudah diraba bila kepala defleksi.
       d.         Penanganan
         Dalam menghadapi persalinan ubun-ubun kecil di belakang sebaiknya dilakukan pengawasan persalinan yang seksama dengan harapan terjadinya persalinan secara spontan. Tindakan untuk mempercepat jalannya persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama, atau ada tanda-tanda bahaya terhadap janin. Berikut beberapa cara penangan khusus:
·               Jika ada tanda-tanda persalinan macet atau denyut jantung janin (DJJ) lebih dari 180 atau kurang dari 100 pada fase apapun, lakukan seksio caesaria.
·               Jika ketuban utuh, pecahkan menggunakan pengait amnion atau klem kokher.
·               Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin.
·               Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran, periksa kemungkinan adanya obstruksi. Jika ada tanda obstruksi, akselerasi persalinan dengan oksitosin.
·               Jika pembukaan lengkap dan jika:
·               Kepala janin terasa 3/5 atau lebih di atas simfisis pubis (pintu atas panggul) atau kepala di atas stasion (-2) lakukan seksio caesaria.
·               Kepala janin di antara 1/5 dan 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian terdepan kepala janin di antara stasion 0 dan -2 lakukan ekstraksi vacum atau seksio caesaria.
·               Kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian terdepan dari kepala janin berada di stasiun 0, lakukan ekstraksi vacuum
e.      Komplikasi
komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
         partus lama
         laserasi jalan lahir
komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
         asfiksia
         moulase hebat
         mortalitas tinggi
f.       Prognosis
                    Jalannya persalinan pada posisi oksiput posterior sulit diramalkan karena keungkinan adanya penyulit, umumnya berlansung lama, kerusakan jalan lahir lebih besar, kematian perinatal lebih tinggi.


2.1.2 Malpresentasi
a.      Pengertian
         Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi verteks.
b.      Macam-macam
1.      Presentasi Dahi
         a.        Etiologi
         faktor ibu :
·               panggul sempit
·               multiparitas
·               perut gantung
         faktor janin :
·               janin besar
·               janin mati
·               lilitan tali pusat
         faktor uterus :
·               plasenta previa
·               letak uretus yang miring
·               tumor leher depan
·               spasma otot leher rahim
         b.        Penyebab
Adanya ekstensi parsial kepala janin sehingga terletak lebih tinggi dari sinsiput.
         c.        Diagnosis
                 pada pemeriksaan abdomen, kepala 3/5 di atas simpisis pubis. Oksiput lebih tinggi dari sinsiput, tonjolan kepala sepihak dengan punggung janin, DJJ sepihak dengan bagian kecil, dagu dan oksiput mudah diraba pada pemeriksaan vagina, teraba fontanella anterior dan orbita.
         d.       Penanganan
                 pada presentasi dahi, biasanya kepala tidak turun dan persalinan macet. Konversi spontan kearah presentasi verteks dan muka jarang terjadi, khususnya jika janin mati atau kecil. Konversi spontan biasanya jarang terjadi pada janin hidup dengan ukuran normal jika ketuban telah pecah.
·               Jika janin kecil bisa lahir dengan spontan tanpa masalah
·               Jika janin hidup, lakukan sectio secaria
·               Jika janin mati dan pembukaan serviks:
o      Tidak lengkap, lakukan seksio sesaria
o      Lengkap, lakukan kraniotomi
o      Jika tidak terampil melakukan kraniotomi, lakukan seksio sesaria.
e.      Komplikasi
ibu : morbiditas meningkat, robekan perinium
janin : mortanitas meningkat 20%, moelase berat, kerusakan otak yang reversible
f.       Prognosis
                        Pada letak dahi yang bersifat sementara anak dapat lahir spontan sebagai letak belakang kepala atau letak muka. Kalau letak dahi menetap maka prognosa buruk kecuali kalau anak kecil. Janin besar atau panggul sempit lahir dengan seksia sesarea karena rentang infeksi dan partus lama.

2.3    Prinsip Dasar Ketuban Pecah Dini
1.            Ketuban dinyatakan pecah dini apabila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
2.            Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam Obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis.
3.            Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
4.            Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan.  (Sarwono Prawiraharjo, 2001).


2.2     Pengertian Ketuban Pecah Dini
                    Ketuban pecah dini atau Spontaneous / Early-Premature Rupture Of The Membrane (prom) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara < 5 cm. bila periode laten terlalu pajang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak.
A.     Selaput janin dapat robek dalam kehamilan:
a.             Spontan karena selaputnya lemah atau kurang terlindung karena cervix terbuka (cervix yang inkompelent).
b.            Karena trauma, karena jatuh, coitus atau alat-alat.
c.             Insiden menurut Eastman kira-kira 12% dari semua kehamilan.
B.     Gejala
a.             Air ketuban mengalir keluar, hingga rahim lebih kecil dari sesuai dengan tuanya kehamilan konsistensinya lebih keras.
b.            Biasanya terjadi persalinan
c.             Cairan: hydroohoea amniotica  

C.     Patogenesis
1.            Adanya  hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit : Pielonefritis, Sistitis, Servisitis, dan Vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotililtas rahim ini.
2.            Ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3.            Infeksi (amnionitas) (Khorioamnionitis)
4.            Faktor-faktor lain merupakan predis posisi adalah: multipara, malposisi, disproporsi, cervik incompeten dll.
5.            Artifisal (ammoniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.



Ø   Cara menentukan ketuban pecah dini
a.         Adanya  cairan berisi mekoneum, verniks koseso, rambut lanugo dan kadang kala berbau kalau sudah infeksi
b.        Inspekula : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis serisis dan bagian yang sudah pecah.
c.         Lakus (litmus)
         jadi biru (basa)……….air kertuban
         jadi merah (asam)……….air kemih (urine)
d.        Pemeriksaan pH forniks posterior pada prom [H adalah basis (air ketuban)
e.         Pemeriksaan hispatologi air (Ketuban)
f.         Abozination dan sitologi air ketuban. (TAILOR)

Ø   Pengaruh PROM (KPD)
         a         Pengaruh terhadap janin
         Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi karena infeksi intrauterine lebih duluan terjadi (amnionitis,Vakulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal.
         b.        Pengaruh terhadap
Karena jalan telah terbuka antara lain akan dijumpai
1.      Infeksi intrapartal apalagi bila terlalu sering di periksa dalam
2.      Infeksi peurperalis (nifas)
3.      Peroitonitis dan septikemi.
4.      Dry-labor
     Ibu akan jadi lelah, lelah terbaring di tempat tidur, partus akan jadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat, dan nampak gejala-gejala infeksi. Jadi akan meninggikan angka kematian dan angka mobilitas pada ibu.
( PROF. DR.  RUSTAM MOCHTAR, MPH )






Ø   Penilaian Klinik
1.      Tentukan pecahnya selaput ketuban. Di tentukan dengan adanya cairan ketuban dari  vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan test lakmus (mitrazin test) merah menjadi biru, membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin.
2.      Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan USG
3.      Tentukan ada tidaknya infeksi :suhu ibu lebih besar atau sama dengan 38oC, air ketuban yang keluar dan berbau, janin mengalami takhikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterine
4.      tentukan tanda-tanda inpartu: kontraksi teratur, periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (erminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik.
         (ACUAN  PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL)

D.     Penanganan
1.      Kalau kehamilan sudah aterm dilakukan induksi
2.      Kalau anak premature  diusahakan supaya kehamilan dapat berlangsung terus, misalnya dengan istirahat dan pemberian progesteron.
3.      Kalau kehamilan masih sangat muda (dibawah 28 minggu) dilakukan induksi
4.      Mempertahankan kehamilan supaya bayi lahir (berlangsung +/- 72 jam)
5.      Pantau keadaan umum itu, tanda vital dan distress janin/kelainan lainnya pada ibu dan pada janin
6.      Observasi ibu terhadap infeksi khorioamnionitis sampai sepsis
7.      KIM terhadap ibu dan keluarga, sehingga dapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin ditambah dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
8.      Bila tidak terjadi his spontan dalam 24 jam atau terjadi komplikasi lainnya, rujuk ibu segera ke fasilitas yang lebih tinggi.
         (OBSTETRI PATOLOGI UNPAD)




E.      Koservatif
1.      Rawat di rumah sakit
2.      Berikan antibiotic (ampisilin 4x500 mg dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).
3.      Jika umur kehamilan kurang dari 32-34 minggu, dirawat selama air kertuban tidak keluar lagi .
4.      Jika usia kehamilan 32-7 minggu belum importu, tidak ada infeksi, tes busa negatif, beri deksametason, obserfasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5.      Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah importu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksometason dan induksi sesudah 24 jam
6.      Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi
7.      Nilai tanda-tanda infeksi ( suhu, tanda-tanda infeksi intrauteri )
8.      Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan lakukan kemungkinan kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu dosis bertambah 12 mg per hari dosis tunggal selama 2 hari, deksamatason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

F.      AKTIF
1.      Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal Sc dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2.      Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan di akhiri.
a.      Bila skor pelvik kurang dari 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan Sc.
b.     Bila skor pelvik lebih dari 5, induksi persalinan, partus pervaginam.


G.    Penatalaksanaan
KETUBAN PECAH
LEBIH DARI SAMADENGAN 37 MINGGU
INFEKSI
TIDAK ADA INFEKS
INFEKSI
TIDAK ADA INFEKS
-          Berikan Penisilin, Gentamisin Dan Metronidazol

-          Lahirkan Bayi

Amoksilin + Eritromisin untuk 7 hari



Steroid untuk pematangan paru
Berikan Penisilin  Gentanisin Dan Metronizadol



Lahirkan Bayi
Lahirkan Bayi Berikan Penisilin  atau Ampicilin
Anti biotika setelah persalinan
Profilaksi
Infeksi
Tidak ada infeks
Stop antibiotika
Lanjutkan untuk 24-48 jam setelah bebas panas
Tidak perlu antibiotic
( SARWONO PRAWIROHARJO, 2001 )










2.3 Kehamilan Lewat Bulan

2.1.   Definisi
                        Kehamilan lewat bulan (serotinus) ialah kehamilan yang berlangsung lebih dari perkiraan hari taksiran persalinan yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT), dimana usia kehamilannya telah melebihi 42 minggu (>294 hari).
2.2.   Insiden
                        Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan cukup bulan, dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 -7 %. Variasi insiden postterm berkisar antara 2-31,37%.
2.3.   Etiologi
                        Penyebab pasti kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum kita ketahui. Diduga penyebabnya adalah siklus haid yang tidak diketahui pasti, kelainan pada janin (anenefal, kelenjar adrenal janin yang fungsinya kurang baik, kelainan pertumbuhan tulang janin/osteogenesis imperfecta; atau kekurangan enzim sulfatase plasenta).
         Menurut dr. Bambang Fadjar, SpOG dari Rumah Sakit Asih, Jakarta Selatan, penyebab kehamilan lewat waktu adalah kelainan pada janin sehingga tidak ada kontraksi dari janin untuk memulai proses persalinan. Kelainan janin tersebut antara lain anensephalus, hipoplasia, kelenjar supra renal janin, dan janin tidak memiliki kelenjar hipofisa, kelainan pada plasenta yang berupa tali pusar pendek dan kelainan letak kehamilan. Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut:
o       Kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling sering.
o       Tidak diketahui.
o       Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan.
o       Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan penyebab yang jarang terjadi.
o       Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi.
o       Faktor genetik juga dapat memainkan peran.
               Jumlah kehamilan atau persalinan sebelumnya dan usia juga ikut mempengaruhi terjadinya kehamilan lewat waktu. Bahkan, ras juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kehamilan lewat waktu. Data menunjukkan, ras kulit putih lebih sering mengalami kehamilan lewat waktu ketimbang yang berkulit hitam.
               Di samping itu faktor obstetrik pun ikut berpengaruh. Umpamanya, pemeriksaan kehamilan yang terlambat atau tidak adekuat (cukup), kehamilan sebelumnya yang lewat waktu, perdarahan pada trisemester pertama kehamilan, jenis kelamin janin (janin laki-laki lebih sering menyebabkan kehamilan lewat waktu ketimbang janin perempuan), dan cacat bawaan janin.

2.4.   Resiko
                        Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3 kali dari pada kehamilan aterm1. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti kertas perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis. Akibat kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang menyebabkan janin buang air besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan ketuban menjadi hijau pekat.
                        Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan gejala MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik.  Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.

2.5.   Diagnosis
                        Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila ada keraguan, maka pengukuran tinggi fundus uterus serial dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah air ketuban yang berkurang dan gerakan janin yang jarang.




         Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis kehamilan lewat waktu, antara lain :
1.                        HPHT jelas.
2.                        Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18 minggu.
3.                        Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan Doppler, dan 19-20 minggu dengan fetoskop).
4.                        Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu.
5.                        Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat haid.
Bila telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama, maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat setelah trimester III sukar untuk memastikan usia kehamilan. Diagnosis juga dapat dilakukan dengan penilaian biometrik janin pada trimester I kehamilan dengan USG. Penyimpangan pada tes biometrik ini hanya lebih atau kurang satu minggu.
                        Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai sensitifitas 75% dan tes tanpa tekanan dengan KTG mempunyai spesifisitas 100% dalam menentukan adanya disfungsi janin plasenta atau postterm. Kematangan serviks tidak bisa dipakai untuk menentukan usia kehamilan. Tanda kehamilan lewat waktu yang dijumpai pada bayi dibagi atas tiga stadium1:
·                     Stadium I. Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
·                     Stadium II. Gejala stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit.
·                     Stadium III. Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.

         Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat dilakukan :
1.            Tes tanpa tekanan (non stress test). Bila memperoleh hasil non reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil tes tekanan yang positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan berhubungan dengan keadaan postmatur.
2.            Gerakan janin. Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/ 20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/ 20 menit), dapat juga ditentukan dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG (normal >1 cm/ bidang) memberikan gambaran banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion maka kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.
3.            Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.

2.6.      Penatalaksanaan
                        Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor pelvik (pelvic score=PS).
Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain:
1.      Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.
2.      Induksi dengan oksitosin.
3.      Bedah seksio sesaria.
         Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan sebelumnya.
·               Bila nilai pelvis >8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
·               Bila PS >5, dapat dilakukan drip oksitosin.
·               Bila PS <5 dahulu="" dapat="" dilakukan="" kemudian="" lagi.="" lakukan="" pematangan="" pengukuran="" ps="" servik="" span="" terlebih="">
                        Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur skor pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis >5, maka induksi persalinan dapat dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%. Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4 tetes/menit hingga timbul his yang adekuat. Selama pemberian infus, kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena dikhawatirkan dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.
                        Pada pelaksanaan di RSU Mataram, kehamilan yang telah melewati 40 minggu dan belum menunjukkan tanda-tanda inpartu, biasanya langsung segera diterminasi agar resiko kehamilan dapat diminimalis.
        
2.7.   Pencegahan
                        Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7-8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.
                        Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan perhitungan yang lebih tepat.. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat tanggal hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari pertama haid terakhir Bu A jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh angka 8,7. Jadi, usia kehamilannya saat ini 9 minggu.



BAB III
PENUTUP


3.1    Kesimpulan
                    Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
                    Penanganan kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuat tim medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan
Prinsip umum penanganan kasus kegawatdaruratan
a.       Pastikan jalan napas bebas
b.      Pemberian oksigen
c.       Pemberian cairan intravena
d.      Pemberian tranfusi darah
e.       Pasang kateter kandung kemih
f.       Pemberian antibiotika
g.      Obat pengurang rasa nyeri
h.      Penanganan masalah utama
i.        Rujukan    

3.2    Saran
                    Kasus kegawatdaruratan merupakan hal yang saat ini mendapat perhatian yang begitu besar. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak memberikan kontribusinya dalam merespon kasus kegawatdaruratan ini. Bagi mahasiswa, sudah seyogyanya memberikan peran dengan mempelajari dengan sungguh-sunggu kasus-kasus kegawatadaruratan dan memaksimalkan keterampilan dalam melakukan penanganan kegawatdaruratan yang berada dalam koridor wewenang bidan.




 DAFTAR PUSTAKA

1        Waspodo, dkk.. 2005. Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri neonatal Esensial Dasar.Jakarta : Depkes RI.
2        Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Maternal dan     Neonatal. 2002. YBSP : Jakarta
3        Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. YBPSP: Jakarta.
4        Prawirohardjo,sarwon.2009.ilmu kebidanan YBPSP: jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Omfalokel beserta kasus (ASKEB)

BAB I PENDAHULUAN 1.1    Latar Belakang Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis. Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan adekuat. Keberhasilan penatalaksanaan kasus kelainan bayi dan anak tergantung dari pengetahuan dasar dan penentuan diagnosis dini, persiapan praoperasi, tindakan anestesi dan pembedahan serta perawatan pasca operasi. Penatalaksanaan perioperatif yang baik. Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit. Omfalokel terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran. Usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneu

Makalah distosia bahu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1  Latar Belakang Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000 kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu  keadaan diperlukannya manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi tidak ber

Makalah Retensio Plasenta

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang            P ada   sebagian   besar   kasus,   plasenta   akan   terlepas   spontan   dari   tempat implantasinya   dalam   waktu   beberapa   menit   pertama   setelah   bayi   dilahirkan. Penyebab keterlambatan pelepasan ini tidak selalu jelas, namun cukup sering terjadi akibat kontraksi dan relaksasi yang tidak memadai.Normalnya plasenta akan lahir dalam waktu 5-30 menit setelah janin lahir.  Apabila plasenta belum lahir melebihi waktu tersebut dinamakan retensio plasenta. Retensi   bagian-bagian     plasenta   merupakan   penyebab   umum   terjadinya perdarahan lanjut dalam masa nifas. Jika plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, akan tetapi jika sebagian plasenta telah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Retensio   plasenta   merupakan   salah   satu   masalah   yang   masih   menjadi penyebab  terbesar terjadinya  perdarahan post  partum  dan  kematian  maternal.