Langsung ke konten utama

Makalah obstruksi biliaris

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Harus diakui, bayi ( neonatus ) dan anak sangat rentang terserang penyakit hal ini dikarenakan mereka belum memiliki daya imun ( kekebalan ) yang sempurna. Bahkan, banyak dari mereka yang tidak bisa tertolong oleh karena itu dapat dipastiakan bahwa mereka membutuhkan asuhan kebidan.
Asuhan kebidan adalah perawatan yang di berikan oleh bidan. Jadi asuhan kebidan pada neonatus, bayi dan balita adalah perawatan Yang di berikan oleh bidan pada bayi baru lahir, bayi dan balita. Neonatus, bayi dan balita dengan kelainan bawaan adalah suatu penyimpangan yang dapat menyebabkan dganguan pada neonatus, bayi, dan balita apa bila tidak diberikan asuhan yang tepat dan benar.
Kelainan bawan merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Terdapat beberapa cara menegakkan diagnosa kelainan bawaan antara lain pemeriksaan fisik, radiologi, dan laboratorium. Penyebab langsung kelainan kongenital sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal di pengaruhi berbagai faktor seperti, faktor genetik, faktor lingkungan, atau kedua faktor yang secara bersamaan.
Ada beberapa kelainan bawaan salah satunya adalah obtruksi biliaris yaitu Obstruksi tersumbatnya saluran kandung empedu karena terbentuknya jaringan fibrosis. Hal ini disebabkan oleh degenerasi sekunder atau karena kelainan konginetal.






1.2 Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud dengan obstruksi biliaris?
2.         Bagaimana Etiologi obstruksi biliarispada neonatus?
3.         Bagaimana patofisiologi pada obstruksi biliaris?
4.         Bagaimana tanda dan gejala obstruksi biliaris pada neonatus?
5.         Apa diagnosis terhadap kasus obstruksi biliaris?
6.         Bagaimana penatalaksanaan pada obstruksi biliaris?

 1.3 Tujuan
1.        Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari obstruksi biliaris.
2.        Mahasiswa mampu mengetahui tentang etiologi obstruksi biliaris.
3.        Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi pada obstruksi biliaris.
4.        Mahasiswa mampu memahami tentang tanda dan gejala pada obstruksi biliaris.
5.        Mahasiswa mampu mengetahui diagnosis yang harus dilakukan pada kasus obstruksi biliaris.
6.        Mahasiswa mampumengetahui cara penatalksanaan pada obstruksi biliaris.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Obstruksi biliaris
Obstruction adalah tindakan memblokir atau menyumbat atau keadaan atau kondisi tersumbat sedangkan Biliaris berhubungan dengan empedu, saluran empedu, atau kandung empedu. Jadi dapat disimpulkan bahwa obstuksi biliaris adalah suatu kelainan bawaan dimana terjadi penyumbatan pada saluran empedu sehingga cairan empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan dalam feses . Atau obstruksi billiaris adalah tersumbatnya saluran kandung empedu karena terbentuknya jaringan fibrosis.
Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan. (Ngastiyah,2005).
Obstruksi biliaris adalah penyumbatan saluran empedu sehingga mengakibatkan penumpukan bilirubin dan terjadi kuning atau ikterus. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yang salah satunya karena penyumbatan kandung empedu oleh bati empedu. Biasanya, ditandai dengan kuning pada bayi sehingga sangat sulit dibedakan antara ikterus yang fisiologis dan ikterus patologis atau obstruksi biliaris apabila tidak dilakukan pemeriksaan lebih mendetail. Obstruksi biliaris merupakan bentuk patologis dari ikterus, sehingga memerlukan penanganan khusus dan lebih kompleks dari pada ikterus fisiologis yang biasanya sering dialami oleh bayi baru lahir. Penanganan obstruksi biliaris ini memerlukan pembedahan untuk mengatasinya. ( Sitiatava Rizema Putra; 369 – 373; 2012 ).
2.2 Etiologi
Penyebab ostruksi biliaris adalah tersumbatnya empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir dalam usus untuk dikeluarkan (sebagaistrekobilin) di dalam feses. Penyebab obstruksi biliaris juga disebabkan karena kelainan kongenital dan degenerasi sekunder. Obstruksi duktus biliaris ini sering ditemukan, kemungkinan desebabkan:
1)      Batu empedu
2)      Karsinoma duktus biliaris
3)      Karsinoma kaput panksreas
4)      Radang duktus biliaris komunis yang menyebabkan striktura
5)      Ligasi yang tidak sengaja pada duktus biliaris komunis
Penderita tampaki kterik, akan sangat beratapa bila obstruksi tidak dapat diatasi, bilirubin serum yang terkonjugasi meningkat, feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat). Biasanya terdapat juga peningkatan kadar alkalin fosfate serum terutama transaminase.
Apabila terjadi obstruksi biliaris persisten, empedu yang terbendung dapat mengalami infeksi, menimbulkan kolangitis dan abses hepar. Kekurangan empedu dalam usus halus mempengaruhi absorpsi lemak dan zat yang terlarut dalam lemak (misalny abeberapa jenis vitamin).

2.3 Patofisiologi
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding misalnya ada tumor, atau penyempitan karena trauma(iatrogenik). Batu empedu dan cacing askariasis sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan didalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor caput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepato duodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (Reskoprodjo, 1995)
 Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, di ventrikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (Reskoprojo,1995)
Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja pucat biasanya dikaitkan dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal (pruritus) yang berhubungan dengan obstruksi empedu tidak jelas. Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu di kulit. Lain menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan opioid endogen (Judarwanto,2009).
Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses. (Ngastiyah, 2005)
Kemungkinan penyebab saluran empedu tersumbat meliputi:
1)      Kista dari saluran empedu
2)      Lymp node Diperbesar dalam porta hepatis
3)      Batu empedu
4)      Peradangan dari saluran-saluran empedu
5)      Trauma cedera termasuk dari operasi kandung empedu
6)      Tumor dari saluran-saluran empedu atau pankreas
7)      tumor yang telah menyebar ke sistem empedu (Zieve David,2009).


2.4 Tanda dan gejala
Gejala obstruksi biliaris antaralain :
a.       Gambaran klinis gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama yakni bayi ikterus
b.      Kemudian feses bayi berwarna putih agak keabu-abuan dan liat seperti dempul
c.       Urine menjadi lebih tua karena mengandung urobilinogen
d.      Perut sakit di sisi kanan atas   
e.       Demam
f.       Mual dan muntah (Zieve David,2009)
g.      Nafsu makan berkurang
h.      Sulit buang air besar

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan penyakit yang ditimbulkan, meliputi :
1.      Penyakit duktus biliaris intrahepatik :
1.         Atresia biliaris
Merupakan suatu kondisi kelainan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal.
2.          Sirosis biliaris primer
Secara histologis kerusakan duktus tampak dikelilingi infiltrasi limfosit yang padat dan sering timbul granuloma.
c.     Kolangitis sklerosing     
Obat-obatan long-acting lebih menyebabkan kerusakan hepar dibandingkan dengan obat-obatan short-acting. (Sarjadi,2000)



2.  Obstruksi biliaris akut
            Obtruksi biliaris akut duktus biliaris umumnya disebabkan oleh batu empedu. Secara klinis akan menimbulkan nyeri kolik dan ikterus. Apabila kemudian sering terjadi infeksi pada traktus biliaris, duktus akan meradang (kolangitis) dan timbul demam. Kolangitis dapat berlanjut menjadi abses hepar.
          Obstruksi biliaris yang berulang akan menimbulkan fibrosis traktus portal dan regenerasi noduler sel hepar. Keadaan ini disebut sirosis biliaris sekunder. (Sarjadi,2000)
2.6 Diagnosis
                Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, adanya tanda ikterus atau kuning pada kulit, pada mata dan di bawah lidah. Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar kadang juga disertai limfa yang membesar.
Pemeriksaan Laboratorium dan Imaging
1.      Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
Pemeriksaan darah dilakukan pemeriksaan fungsi hati khususnya terdapat peningkatan kadar bilirubin direk. Disamping itu dilakukan pemeriksaan albumin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase, GGT. Dan faktor pembekuan darah.
2.    Rontgen perut (tampak hati membesar)
3.    Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif
Yaitu dengan memasukkan cairan tertentu ke jaringan empedu untuk mengetahui kondisi saluran empedu. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
4.    Breath test
Dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir sejumlah obat. Obat-obat tersebut ditandai dengan perunut radioaktif, diberikan per-oral (ditelan) maupun intravena (melalui pembuluh darah).
Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan penderita menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.


 5.    USG
Menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati, kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini bagus untuk mengetahui kelainan struktural, seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah, paling aman dan paling peka untuk memberikan gambaran dari kandung empedu dan saluran empedu. Dengan USG, dokter dengan mudah bisa mengetahui adanya batu empedu di dalam kandung empedu. USG dengan mudah membedakan sakit kuning (jaundice) yang disebabkan oleh penyumbatan saluran empedu dari sakit kuning yang disebabkan oleh kelainan fungsi sel hati. USG Doppler bisa digunakan untuk menunjukkan aliran darah dalam pembuluh darah di hati. USG juga bisa digunakan sebagai penuntun pada saat memasukkan jarum untuk mendapatkan contoh jaringan biopsi.
6.    Imaging radionuklida (radioisotop)
Menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif, yang disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh organ tertentu. Radioaktivitas dilihat dengan kamera sinar gamma yang dipasangkan pada sebuah komputer.
7.    Skening hati
Merupakan penggambaran radionuklida yang menggunakan substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati.
8.    Koleskintigrafi
Menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang oleh hati ke dalam saluran empedu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui peradangan akut dari kandung empedu (kolesistitis).
9.    CT scan
Bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang menebal secara abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena menggunakan sinar X dan biayanya mahal, pemeriksaan ini tidak banyak digunakan.
10.  MRI
Memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan CT scan. Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu  lebih lama dan penderita harus berbaring dalam  ruangan yang sempit, menyebabkan beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan tempat sempit).
11.  Kolangiopankreatografi endoskopik retrograd
Merupakan suatu pemeriksaan dimana suatu endoskopi dimasukkan ke dalam mulut, melewati lambung dan usus dua belas jari, menuju ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikkan ke dalam saluran empedu dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pada pankreas (pankreatitis) pada 3-5% penderita.
12.  Kolangiografi transhepatik perkutaneus
Menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit ke dalam hati, kemudian disuntikkan zat radiopak ke dalam salah satu dari saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam hati.
13.  Kolangiografi operatif
Menggunakan zat radiopak yang bisa dilihat pada rontgen. Selama suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan secara langsung kedalam saluran empedu. Foto rontgen akan menunjukkan gambaran yang jelas dari saluran empedu.
14.  Foto rontgen sederhana
Sering bisa menunjukkan suatu batu empedu yang berkapur.
15.   Pemeriksaan Biopsi hati
Untuk melihat struktu organ hati apakah terdapat sirosis hati atau kompilkasi lainnya. Laparotomi biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan.
16.  Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan). (Indonesia, USA & internasional berkumpul, 2000)
2.7 Pencegahan
Mengetahui faktor resiko yang dimiliki, sehingga mendapatkan prompt diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu tersumbat. Penyumbatan itu sendiri tidak dapat dicegah. (Attasaranya S, Fogel EL, 2008)
Mengetahui faktor resiko yang dimiliki, sehingga mendapatkan prompt diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu tersumbat. Penyumbatan itu sendiri tidak dapat dicegah. (Attasaranya S, Fogel EL, 2008).

2.8 Penanganan dan Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan obstruksi biliaris bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Dapat pula upaya untuk menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopi baik melalui papila vater atau dengan laparoskopi. (Reksoprodjo, 1995)
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drenase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drenase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier, pipa T pada duktus koledokus, atau kolesistostomi. Drenase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio digestif. Drenase interna ini dapat berupa kelesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunustomi atau hepatiko-jejunustomi. (Reksoprodjo, 1995)
1.      Penatalaksanaan Medis
penatalaksanaan medis adalah dengan operasi. operasi membutuhkan tindakan pembedahan, ekstrasi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan drainase bilier paliatif dapat dilakukan denagan stent yang ditempatkan melalui hati ( trans hepatik ) atau secara endoskopik. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah mengantikan laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan batu di saluran empedu mungkin di perlukan untuk membantu pengeluaran batu di saluran empedu.
2.      Penatalaksanaan Keperawatan
1)        Pertahankan kesehatan bayi ( pemberian makanan cukup gizi sesuai dengan kebutuhan, serta menghindari kontak infeksi ).
2)        Berikan penjelasan kepada orang tua bahwa kedaan kuning pada bayinya berbeda halnya dengan bayi lain yang kuning karena hiperbilirubenemia biasa yang dapat hanya dengan terapi sinar atau terapi lain.
3)        Pada bayi ini, perlu tindakan bedah karena terdapatnaya penyumbatan.





3.      Penatalaksanaan menurut Soap
A.       Subjektif
Informasi dari ibu riwayat kesehatan selama hamil dan faktor etiologi tidak langsung kelainan bahwa seperti faktor : infeksi, mekanik, obat, usia ibu, hormonal, radiasi dan gizi.
B.       Objektif
a)      ikterik pada umur 2-3 minggu
b)      peningkatan bilirubin direct dalam serum > 20 % bilirubin total.
c)      Bilirubinemia
d)     Tinja berwarna seperti dempul
e)      Terjadi hepatomegali
C.       Assesment
Neonatus dengan obstruksi biliaris
D.       Asuhan kebidanan
a)      Pertahanan kesehatan bayi dengan pemberian makanan cukup gizi sesuai dengan kebutuhan, pencegahan hipotermia, pencegahan infeksi dan lain-lain.
b)      Lakukan konseling pada orang tua agar mereka menyadari bahwa kuning yang dialami bayinya bukan kuning biasa tetapi disebabakan karena adanya penyumbatan pada saluran empedu.
c)      Lakukan inform consent dan inform choice untuk dilakukan rujukan.
d)     Penatalaksanaan medisnya ialah dengan tindakan operasi selektif.



BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan. Omphalocele adalah kondisi bayi waktu dilahirkan perut bagian depannya berlubang dan usus hanya dilapisi selaput yang sangat tipis. Hernia diafragmatika adalah tonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma.  Dengan melihat penyakit yang ada, bidan dapat dapat memberikan pelayanan dengan baik agar keselamatan pada bayi baru lahir, bayi maupun anak balita. Bidan segera merujuk ketika mendapatka kasus demikian.
Gejala Obstruksi Biliaris antara lain: Gambaran klinis gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama yakni bayi ikterus, feses bayi berwarna putih agak keabu-abuan dan liat seperti dempul, Urine menjadi lebih tua karena mengandung urobilinogen, Perut sakit di sisi kanan atas, Demam, Mual dan muntah, Terjadi hepatomegali.Yang dilakukan bidan terhadap penderita Ostruksi Biliaris antara lain:Memberikan penatalaksanaan seperti bayi normal lainnya, seperti nutrisi adekuat, pencegahan hipotermi, pencegahan infeksi, dll, Lakukan konseling pada orang tua agar mereka menyadari bahwa kuning yang dialami bayinya bukan kuning biasa tetapi disebabkan karena adanya penyumbatan pada saluran empedu, Lakukan inform consent dan inform choise untuk dilakukan rujukan.
4.2  Saran
a.       Bidan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu) dengan keadaan fisik yang memnunjukkan anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat).
b.       Bidan segera melakukan rujukan cepat untuk menghindari komplikasi.       


DAFTAR PUSTAKA



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Omfalokel beserta kasus (ASKEB)

BAB I PENDAHULUAN 1.1    Latar Belakang Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis. Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan adekuat. Keberhasilan penatalaksanaan kasus kelainan bayi dan anak tergantung dari pengetahuan dasar dan penentuan diagnosis dini, persiapan praoperasi, tindakan anestesi dan pembedahan serta perawatan pasca operasi. Penatalaksanaan perioperatif yang baik. Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit. Omfalokel terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran. Usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneu

Makalah distosia bahu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1  Latar Belakang Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000 kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu  keadaan diperlukannya manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi tidak ber

Makalah Retensio Plasenta

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang            P ada   sebagian   besar   kasus,   plasenta   akan   terlepas   spontan   dari   tempat implantasinya   dalam   waktu   beberapa   menit   pertama   setelah   bayi   dilahirkan. Penyebab keterlambatan pelepasan ini tidak selalu jelas, namun cukup sering terjadi akibat kontraksi dan relaksasi yang tidak memadai.Normalnya plasenta akan lahir dalam waktu 5-30 menit setelah janin lahir.  Apabila plasenta belum lahir melebihi waktu tersebut dinamakan retensio plasenta. Retensi   bagian-bagian     plasenta   merupakan   penyebab   umum   terjadinya perdarahan lanjut dalam masa nifas. Jika plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, akan tetapi jika sebagian plasenta telah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Retensio   plasenta   merupakan   salah   satu   masalah   yang   masih   menjadi penyebab  terbesar terjadinya  perdarahan post  partum  dan  kematian  maternal.